Asuransi Kendaraan Wajib: Kenapa Malaysia Bisa, Kita Malah Ngerem di Start?
- Nadiyas Utami Pratiwi
Jakarta, tvOnenews.com – Bicara soal asuransi kendaraan bermotor di Indonesia rasanya seperti nonton mobil sport diparkir di garasi: potensinya besar, tapi dibiarkan diam tak bergerak.
Di negara dengan populasi lebih dari 275 juta jiwa dan jumlah kendaraan bermotor mencapai ratusan juta unit, asuransi kendaraan seharusnya jadi pilar utama industri. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
"Sampai hari ini, implementasi asuransi kendaraan wajib belum jalan. Padahal potensinya luar biasa," tegas Delil Khairat, Direktur Teknik Operasi PT Indonesia Re dalam acara media gathering pada hari Jumat (24/4/2205).
Ia menilai, industri asuransi Indonesia seperti lupa cara menyalakan mesin. “Malaysia dan Singapura sudah puluhan tahun menerapkan asuransi kendaraan wajib. Di sana, lini ini menyumbang hingga 50% total industri. Kenapa kita, dengan pasar lebih besar, malah tertinggal?” tambahnya.
Padahal pemerintah sudah kasih sinyal. Dalam dokumen UU P2SK tahun 2023, disebutkan secara eksplisit pentingnya penguatan sektor asuransi wajib — termasuk kendaraan bermotor. Tapi sinyal itu belum ditangkap dengan serius oleh pelaku industri maupun regulator pelaksana.
“Kalau kita tidak bergerak, kita yang salah. Bukan pasarnya yang salah,” katanya tegas.
Menurut Delil, mandeknya asuransi kendaraan bukan karena masyarakat tidak butuh, tapi karena industrinya tidak agresif mengedukasi, membangun sistem, dan menyederhanakan akses.
“Produk asuransi kendaraan di Indonesia masih berputar di situ-situ saja. Minim inovasi, minim diferensiasi. Di sisi lain, industri malah sibuk berebut nasabah yang itu-itu saja, bukannya menciptakan pasar baru,” ujarnya.
Ia mendorong agar industri lebih proaktif, tak hanya menunggu regulasi turun.
"Asuransi kendaraan wajib itu bukan sekadar potensi profit, tapi juga perlindungan sosial. Bayangkan kalau setiap kendaraan di jalan sudah diasuransikan — dampaknya besar terhadap ketahanan finansial masyarakat, juga negara," lanjutnya.
Danantara juga menyoroti peluang besar dari digitalisasi dan kerja sama ekosistem kendaraan, mulai dari leasing, dealer, bengkel, hingga platform e-commerce otomotif, "Inilah saatnya kolaborasi, bukan kompetisi sempit. Kalau industri terus pasif, kita akan terus jadi pasar bagi produk luar — bukan tuan rumah di negeri sendiri."
Load more