Modal Asing Kabur Usai Trump Naikkan Tarif, Gubernur BI Blak-blakan di Hadapan Investor Global
- Tangkapan Layar Siaran YouTube BI
Jakarta, tvOnenews.com - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, akhirnya angkat bicara soal derasnya aliran modal asing yang keluar dari pasar Indonesia sejak Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif resiprokal.
Perry mengungkapkan dirinya dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, langsung terbang ke Amerika Serikat untuk menenangkan investor global dan menjelaskan kondisi ekonomi RI yang tetap solid di tengah gejolak kebijakan proteksionis AS.
“Tentu saja langkah-langkah yang kami lakukan bersama Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati) di New York bertemu para investor dan saya juga di Washington DC juga bertemu para investor untuk memberikan penjelasan-penjelasan ini dan secara umum para investor global itu tetap optimis terhadap ekonomi Indonesia,” kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa sejak awal 2025 hingga Maret, aliran modal asing masih mencatat net inflow sebesar US$1,6 miliar, terutama pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan sekuritas rupiah Bank Indonesia.
Namun, situasi berubah drastis setelah pengumuman kebijakan tarif oleh Trump pada 2 April.
“Sejak diumumkan kebijakan tarif oleh Trump, pada 2 April hingga 21 April investasi portfolio mencatat net outflow atau dana asing yang keluar US$2,8 miliar,” beber Perry.
Menurutnya, kondisi ini bukan disebabkan oleh perbedaan imbal hasil atau suku bunga antara Indonesia dan negara maju, melainkan karena tingginya risk appetite investor global akibat ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.
“Intinya bahwa kebijakan tarif ini menyebabkan para pelaku investor global itu risk appetite-nya sangat tinggi dan karenanya para pelaku investor global memindahkan investasi portofolionya ke negara dan aset yang dianggap aman, safe haven asset and countries,” tuturnya.
Negara-negara seperti Jepang dan kawasan Eropa disebut menjadi sasaran utama investor global, sedangkan emas kembali dilirik sebagai aset aman.
“Ini sekali lagi tidak berkaitan atau disebabkan imbal hasil yang menarik atau perbedaan yield suku bunga dalam negeri maupun luar negeri tapi lebih karena risk appetite investor global yang sangat-sangat tinggi sehingga mereka menarik modalnya tidak hanya dari Indonesia tapi juga dari emerging market lain,” tandas Perry. (agr/nba)
Load more