Rp22,5 Miliar di Balik Jubah, Segini Kekayaan 3 Hakim di Kasus Korupsi CPO
- tvOnenews.com/Julio Saputra
Jakarta, tvonenews.com – Kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang menyeret tiga raksasa industri sawit berbuntut panjang. Bukan hanya merugikan negara, kasus ini kini menyeret aparat peradilan ke dalam jerat hukum.
Tiga hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung karena diduga menerima suap sebesar Rp22,5 miliar guna meloloskan tiga perusahaan besar dari jeratan pidana.
Ketiga hakim yang kini menyandang status tersangka adalah:
-
Agam Syarif Baharudin – Hakim PN Jakarta Pusat
-
Ali Muhtaro – Hakim PN Jakarta Pusat
-
Djuyamto – Hakim PN Jakarta Selatan
Modus dugaan suap ini terbilang sistematis dan mencolok. Uang disalurkan dalam dua tahap besar—pertama Rp4,5 miliar dan kedua Rp18 miliar dalam bentuk dolar AS.
Suap tersebut diberikan untuk mempengaruhi hasil putusan dalam sidang kasus korupsi ekspor CPO yang melibatkan tiga korporasi besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Ketiganya kemudian divonis lepas oleh majelis hakim yang terdiri dari ketiga tersangka ini pada 19 Maret 2025.
Kejaksaan Agung langsung menanggapi putusan tersebut dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 25 Maret 2025. Memori kasasi pun telah diserahkan pada 9 April 2025, menandai keseriusan lembaga penegak hukum dalam membongkar praktik mafia peradilan.
Namun perhatian publik tidak hanya tertuju pada keputusan vonis dan aliran suap, melainkan juga pada harta kekayaan para hakim. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mereka menjadi alat penting dalam menelusuri ketidaksesuaian antara gaya hidup dan pendapatan resmi mereka.
LHKPN 3 Hakim: Dari Tanah Jepara hingga Mobil Mewah
Ali Muhtaro
-
Total Kekayaan: Rp1,3 miliar
-
Tanah dan Bangunan: Jepara – Rp1,25 miliar
-
Kendaraan: Honda CRV dan dua motor – Rp158 juta
-
Kas dan setara kas: Rp7 juta
Pemeriksaan lanjutan oleh Kejaksaan Agung menemukan uang tunai sebesar Rp5 miliar disembunyikan di kolong kasur rumah Ali Muhtaro. Temuan ini memicu spekulasi bahwa tidak seluruh kekayaan telah dilaporkan secara jujur dalam LHKPN.
Agam Syarif Baharudin
-
Total Kekayaan: Rp2,3 miliar
-
Tanah dan Bangunan: Sukabumi – Rp1,6 miliar
-
Kendaraan: Toyota Yaris (hadiah) dan tiga motor – Rp312 juta
-
Kas dan setara kas: Rp246 juta
Djuyamto
-
Total Kekayaan: Rp2,9 miliar
-
Tanah dan Bangunan: Karanganyar dan Sukoharjo – Rp2,45 miliar
-
Kendaraan: Toyota Innova Reborn dan dua motor – Rp401 juta
-
Kas dan setara kas: Rp168 juta
Laporan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah harta mereka sesuai dengan penghasilan dan gaya hidup sebagai hakim?
Siapa Saja yang Terlibat?
Selain ketiga hakim, Kejaksaan Agung juga menetapkan empat tersangka lainnya dalam kasus ini:
-
Muhammad Arif Nuryanta – Ketua PN Jakarta Selatan
-
Wahyu Gunawan – Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara
-
Marcella Santoso – Advokat
-
Ariyanto – Advokat
Dengan demikian, total tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang disebut-sebut sebagai salah satu skandal hukum terbesar tahun ini.
Akankah LHKPN Jadi Alat Ungkap Kebenaran?
Kasus ini membuka peluang bagi publik dan penegak hukum untuk memanfaatkan LHKPN sebagai instrumen investigasi, bukan sekadar formalitas tahunan. Keterbukaan dan kejujuran dalam laporan kekayaan harus menjadi dasar untuk menilai integritas aparat negara.
Kini publik menanti: apakah kasus ini menjadi pemantik reformasi di tubuh peradilan, atau hanya sekadar tambahan babak dalam drama panjang mafia hukum di Indonesia. (nsp)
Load more