Saat Banyak Negara Siap Balas Kebijakan Tarif AS, Indonesia Lebih Pilih Lakukan Hal Ini
- BPMI Istana Negara
Jakarta, tvOnenews.com – Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif 32 persen untuk barang dari Indonesia yang masuk ke AS.
Tarif 32 persen itu diumumkan Trump pada 2 April 2025 lalu.
Melansir antara, negara-negara terdampak kebijakan tarif mengklaim siap melakukan pembalasan.
Sebagaimana diketahui, kebijakan tarif AS yang diumumkan Presiden Donald Trump telah memicu reaksi keras dari berbagai negara.
Kanada misalnya, melalui Perdana Menteri Mark Carney, menyatakan siap melawan kebijakan tersebut dan akan memperkuat ekonominya di antara negara-negara G7.
Meskipun Kanada berhasil menghindari tarif 10 persen dalam Perjanjian USMCA, beberapa barang lain tetap dikenakan bea masuk hingga 25 persen.
Selain Kanada, Uni Eropa (UE) juga bersiap melakukan tindakan balasan.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan paket pertama sanksi untuk merespons tarif baja yang diberlakukan AS.
Bahkan, UE tidak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah tambahan guna melindungi kepentingan bisnisnya.
Di sisi lain, China juga bereaksi keras dengan menyatakan bahwa mereka akan "mengambil tindakan balasan yang tegas" terhadap kebijakan tarif Trump. Negeri Tirai Bambu menghadapi tambahan tarif hingga 34 persen, di luar bea masuk 20 persen yang sebelumnya telah diberlakukan.
Sama dengan negara lain, Indonesia juga bersiap dengan strateginya. Namun hal itu tidak berbentuk sebagai kebijakan balasan.
Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan Noudhy Valdryno menyebut Presiden Prabowo Subianto sudah menyiapkan langkah menjaga ketahanan ekonomi Indonesia. Hal itu termasuk untuk mengantisipasi kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mengumumkan pembaharuan tarif.
Noudhy Valdryno menyebut langkah Prabowo itu sudah diulas sejak awal dirinya menjabat sebagai presiden.
Sedikitnya, ia menyebutkan tiga langkah yang diklaim sebagai gebrakan Prabowo untuk ketahanan ekonomi Indonesia.
Ketiga gebrakan ketahanan ekonomi tersebut, kata dia, umumnya bersifat strategi geopolitik.
Dirincikan dalam keterangan resmi yang diterima tvOnenews, Jumat (4/4/2025), gebrakan pertama adalah memperluas mitra dagang Indonesia.
Koalisi mitra dagang terbaru Indonesia, yakni BRICS (Brasil, Rusia, China dan Afrika Selatan) menjadi kuci utama dalam penjelasannya.
Kedua, yakni mempercepat hilirisasi sumber daya alam (SDA) untuk meningkatkan nilai tambah.
Dan ketiga, yakni memperkuat resiliensi dalam negeri dengan memperkuat daya beli masyarakat dengan program yang langsung menyentuh masyarakat.
(vsf)
Load more