"Nggak apa-apa, kita terima kalau ada aduan. Kita tampung dulu. Kalau memang kita lihat ini sesuatu yang harus kita follow up, kita klarifikasi, nanti kita panggil aplikatornya," ujar Menaker.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menyebut bahwa sekitar 800 pengemudi ojol di seluruh Indonesia tidak menerima BHR sesuai ketentuan. Dari jumlah tersebut, sekitar 80 persen hanya menerima Rp50 ribu per pengemudi.
SPAI menduga bahwa perusahaan aplikator telah melanggar instruksi Presiden Prabowo Subianto dan surat edaran Kemnaker terkait pencairan BHR bagi pengemudi ojol. Oleh karena itu, mereka meminta Kemnaker segera bertindak agar para pengemudi ojol bisa mendapatkan hak mereka sesuai aturan.
"Mungkin memanggil untuk memberikan sanksi, memanggil mereka untuk benar-benar memberikan yang sudah diarahkan oleh Presiden (pemberian BHR)," ujar Lily.
Dengan adanya laporan dari berbagai pihak, Kemnaker kini berada di bawah sorotan publik. Para pengemudi ojol berharap pemanggilan aplikator ini bukan hanya formalitas, melainkan benar-benar menghasilkan solusi konkret agar mereka mendapatkan hak yang layak.
Kasus ini juga menjadi perhatian luas karena ojol merupakan bagian penting dari perekonomian digital di Indonesia. Jika perusahaan aplikator terus mengabaikan kesejahteraan mitra pengemudinya, bukan tidak mungkin akan ada gelombang aksi protes besar-besaran dalam waktu dekat.
Kini, publik menantikan langkah tegas dari Kemnaker. Akankah aplikator benar-benar bertanggung jawab? Atau justru akan ada alasan klasik lagi? (ant/nsp)
Load more