Dampak Pemangkasan Rating Goldman Sachs Terhadap Pasar Indonesia: Tantangan dan Langkah Strategis
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Goldman Sachs, salah satu bank investasi terbesar di dunia, baru-baru ini memangkas peringkat investasi terhadap pasar saham dan obligasi Indonesia.
Peringkat saham Indonesia dipangkas oleh Goldman Sachs dari overweight menjadi market weight, sedangkan peringkat untuk surat utang negara (SUN) dengan tenor 10 hingga 20 tahun diturunkan menjadi netral dari sebelumnya disukai.
Langkah ini memicu reaksi negatif di pasar keuangan Indonesia, mencerminkan kekhawatiran akan prospek ekonomi nasional ke depan.
Menurut Budi Frensidy, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia (UI), pemangkasan ini akan berdampak kurang baik bagi pasar dalam jangka pendek.
Ia menyebutkan bahwa risiko fiskal yang meningkat akibat kebijakan pemerintah menjadi faktor utama di balik penurunan rating ini. Risiko tersebut muncul dari:
-
Pembentukan BPI Danantara – Lembaga pengelola dana kekayaan negara yang dibentuk untuk meningkatkan investasi strategis dan ketahanan ekonomi.
-
Pemberian Insentif oleh Pemerintah – Langkah pemerintah dalam menawarkan berbagai insentif untuk mendorong investasi dan konsumsi domestik.
-
Penurunan Daya Beli dan Kelas Menengah – Melemahnya daya beli masyarakat dan menyusutnya jumlah kelas menengah menambah tekanan pada ekonomi domestik.
-
Stagnasi Rasio Pajak (Tax Ratio) – Rendahnya rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi sinyal lemahnya kontribusi pajak terhadap pendapatan negara.
Strategist Goldman Sachs, Timotius Moe, menilai bahwa kondisi ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang cukup signifikan. Ia menyoroti:
-
Laba perusahaan yang lebih rendah – Kinerja perusahaan domestik menunjukkan tren penurunan, terutama di sektor siklikal seperti konsumsi dan manufaktur.
-
Ketatnya likuiditas sistem perbankan – Penurunan arus modal dan likuiditas perbankan yang semakin ketat menambah ketidakpastian di pasar keuangan.
-
Penundaan anggaran bulanan – Penundaan pengesahan anggaran pada Januari menimbulkan pertanyaan di kalangan investor tentang stabilitas fiskal pemerintah pasca langkah kebijakan Presiden Prabowo.
Tidak hanya Goldman Sachs, sebelumnya Morgan Stanley juga memangkas peringkat saham Indonesia dari equal weight menjadi underweight dalam indeks MSCI Indonesia. Hal ini mempertegas tren negatif di pasar saham domestik akibat memburuknya prospek pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Budi Frensidy menekankan bahwa pemerintah perlu mengambil kebijakan fiskal yang lebih hati-hati dan strategis untuk memulihkan kepercayaan pasar. Ia merekomendasikan:
-
Pengelolaan APBN yang Bijak
Pemerintah harus mampu menyeimbangkan antara belanja negara dan penerimaan, terutama di tengah meningkatnya risiko fiskal. Langkah ini penting untuk menjaga defisit anggaran tetap terkendali. -
Penguatan Daya Beli Masyarakat
Untuk mendongkrak konsumsi domestik, pemerintah dapat memberikan insentif yang tepat sasaran, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan kelas menengah. -
Reformasi Pajak untuk Meningkatkan Tax Ratio
Upaya memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak menjadi kunci dalam memperbaiki rasio pajak yang stagnan. -
Menjaga Stabilitas Pasar Modal dan Perbankan
Pemerintah perlu bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk menjaga likuiditas dan stabilitas sistem keuangan nasional.
Meskipun pemangkasan rating oleh Goldman Sachs dan Morgan Stanley menjadi sinyal negatif bagi pasar Indonesia, kebijakan pemerintah yang tepat dapat memperbaiki situasi.
Penguatan fundamental ekonomi, peningkatan konsumsi domestik, serta kestabilan kebijakan fiskal dan moneter akan menjadi kunci dalam memulihkan kepercayaan investor dan memperbaiki prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. (ant/nsp)
Load more