Pertentangan Bahlil vs Luhut dari Era Jokowi sampai Prabowo: Mulai soal BBM, Tambang, hingga Starlink
- tvOne/IG @luhut.pandjaitan
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan merupakan dua tokoh nasional yang cukup sering berbeda pendapat dalam hal kebijakan.
Hal itu terlihat dari beberapa pertentangan keduanya sejak masa pemerintahan Presiden Jokowi hingga Presiden Prabowo Subianto.
Belum lama ini, perbedaan gagasan keduanya mengenai rencana kebijakan alternatif subsidi bahan bakar minyak (BBM) juga terlihat cukup kontras.
Bahkan, tidak jarang perbedaan pemikiran keduanya menimbulkan kesan tidak kompaknya kabinet di mata publik.
Berikut adalah beberapa seteru atau pertentangan pemikiran antara Bahlil vs Luhut dari masa Jokowi hingga Prabowo yang cukup ketara.
1. Masalah Tambang untuk Ormas Agama
Baru-baru ini, DPR akhirnya mengesahkan RUU Perubahan Keempat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi Undang-Undang.
Salah satu poin yang santer jadi sorotan dalam UU Minerba yang baru itu adalah masalah pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) minerba kepada koperasi, UMKM, dan badan usaha milik Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan.
Jauh sebelum itu, Bahlil dan Luhut sempat terlibat silang pendapat mengenai kebijakan bagi-bagi tambang untuk ormas yang diteken Presiden Jokowi melalui PP 25 Tahun 2024. Hal itu diakui langsung oleh Bahlil (saat itu Menteri Investasi/Kepala BKPM) saat wawancara bersama tvOne, 9 Juni 2024.
Perseteruan itu terjadi kala Luhut (saat itu Menko Marves) diketahui tak sepenuhnya setuju dengan cara pandang Bahlil yang mendorong pembagian wilayah izin pertambangan khusus untuk ormas keagamaan.
Namun, Bahlil menepis bahwa dirinya terlibat perdebatan hebat dengan Luhut sebagaimana yang dikabarkan.
“Sebenarnya saya sama Pak Menko saya itu nggak ada nggak ada perdebatan yang gimana (adu mulut), keliru itu informasinya. Yang ada adalah dinamika argumentasi," kata Bahlil sebagaimana diberitakan tvOnenews.com, Selasa, 11 Juni 2024.
- Istimewa
2. Masalah Investasi Starlink di RI
Saat layanan jasa internet berbasis satelit Starlink masuk ke Indonesia, Luhut yang masih menjadi Menko Marves adalah pihak yang cukup aktif dan antusias. Ramai di pemberitaan bahwa Luhut terkesan memberikan 'karpet merah' kepada Elon Musk. Padahal, investasi Starlink ketika itu menuai pro dan kontra lantaran dianggap sebagian pihak dapat berdampak pada persaingan pasar layanan internet yang tidak sehat.
Luhut bahkan menyambut langsung kedatangan Elon Musk melakukan peluncuran Starlink perdana di sela perhelatan World Water Forum ke-10, 19 Mei 2024.
Sebulan kemudian, Bahlil Lahadalia selaku Kepala BKPM berbicara di DPR dan mengungkapkan bahwa Starlink menanamkan modalnya di Indonesia sebesar Rp30 miliar dengan hanya memiliki 3 orang karyawan.
Bahlil menjelaskan bahwa pihaknya tidak terlihat dalam pembahasan teknis investasi Starlink serta perizinan berusaha yang diajukan melalui OSS tidak bertemu secara langsung dengan menteri.
Menurutnya, Starlink memang tidak menyalahi aturan yang ada di Indonesia, sehingga bisa mendapat perizinan berusaha.
"Kalau ditanya mengapa dan bagaimana, posisi kami jujur kami tidak pernah membahas hal ini secara teknis, jadi kami tidak tahu, tidak terlibat," katanya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR, Selasa, 11 Juni 2024).
Lebih lanjut, Bahlil kurang memahami kementerian mana yang berhubungan langsung dengan Starlink. Ia menyebut kemungkinan adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) lantaran terkait dengan satelit dan jaringan internet.
3. Masalah Ekspor Listrik ke Singapura
Diketahui bahwa sejak menjadi Menteri ESDM di era Prabowo, Bahlil Lahadalia telah mengkaji ulang rencana ekspor listrik dari Indonesia ke Singapura.
Pada Jumat, 21 Februari 2025, Bahlil kembali menegaskan jual beli listrik tersebut harus disertai dengan timbal balik yang lebih adil untuk Indonesia.
Ia mengungkap, Singapura berinvestasi pada sektor hilirisasi di Indonesia jika ingin membeli listrik bersih dari RI.
“Dia harus melakukan investasi bareng, kan kita lagi dorong hilirisasi. Ya, dia (Singapura) juga melakukan investasi bareng, dong,” kata Bahlil saat ditemui awak media di Kantor Kementerian ESDM
Bahlil mempertegas, ekspor energi hijau berupa listrik bersih dari Indonesia ke Singapura perlu disertai dengan perlakuan yang adil antara kedua belah pihak. Kata Bahlil, jika Singapura mau mendapatkan listrik bersih dari Indonesia, maka Singapura juga harus memberi manfaat lebih kepada Indonesia daripada sekadar transaksi.
Padahal, rencana itu telah dicanangkan oleh Luhut masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) di era Presiden ke-7 Joko Widodo.
Luhut pun telah angkat bicara soal proses perizinan ekspor listrik ke Singapura yang masih ditahan oleh Bahlil.
"Ekspor itu sudah kita lalui suatu proses pengambilan keputusan, di mana kita juga sangat memperhatikan kepentingan nasional," kata Lugut usai Bloomberg Technoz Economic Outlook 2025 di Soehanna Hall, Jakarta Selatan, Kamis (20/2).
Luhut menegaskan, Kemenko Marves saat itu tetap mengutamakan kebutuhan listrik di dalam negeri meski RI menjual listrik bersih ke negara tetangga.
Terlebih, pembangunan Data Center di Indonesia nantinya juga memerlukan green energy. Namun, Luhut akhirnya tak banyak bicara soal kebijakannya yang sejauh ini masih ditahan Bahlil.
Luhut mempersilakan Menteri ESDM agar menelaah lebih lanjut lagi rencana ekspor listrik. "Ya, silakan saja dilihat," tegasnya.
4. Masalah BBM Bersubsidi
Bahlil juga buka suara soal opsi pencampuran atau skema blending saat ini menjadi alternatif paling memungkinkan untuk penyaluran BBM Bersubsidi.
Hal itu disampaikan Bahlil sebagai respons atas pernyataan Luhut yang mengusulkan agar subsidi BBM diberikan langsung ke masyarakat dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Skema blending yang diungkap Bahlil tersebut berarti subsidi BBM akan diberikan dalam dua bentuk, yakni sebagian dalam bentuk subsidi pada produk BBM itu sendiri dan sebagian lagi dalam bentuk BLT kepada masyarakat yang berhak.
“Kemungkinan, salah satu potensi di antara alternatif, yang sudah hampir mendekati keputusan itu adalah skema blending,” kata Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Sementara, Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengungkapkan bahwa kebijakan BBM satu harga bisa diwujudkan dalam dua tahun ke depan atau sekitar tahun 2027. Luhut optimistis bahwa dalam jangka waktu tersebut, pemerintah nantinya sudah bisa menerapkan harga tunggal BBM tanpa subsidi.
“Saya berpikir dan menyampaikan kepada Presiden bahwa dalam dua tahun ke depan, kita mungkin bisa mencapai harga tunggal, tanpa subsidi untuk bahan bakar, seperti bensin maupun solar,” kata Luhut di Jakarta, Kamis (20/2).
Dengan kebijakan tersebut, kata Luhut, subsidi BBM nantinya akan diberikan langsung kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan dan bukan lagi dalam bentuk subsidi pada barang.
Menurutnya, hal itu dinilai sebagai langkah tepat agar penyaluran subsidi kepada yang membutuhkan menjadi lebih tepat sasaran sekaligus menghemat anggaran.
“Subsidi akan diberikan langsung kepada orang yang berhak, bukan kepada barang. Dengan begitu, kita bisa menghemat miliaran dolar,” imbuhnya. (rpi)
Load more