Ekonom: Pemangkasan Anggaran PU oleh Presiden Prabowo Merupakan Langkah Rasional
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memangkas anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) hingga 80 persen sebagai langkah rasional dalam mengoptimalkan belanja negara.
Anggaran Kementerian PU yang semula dialokasikan sebesar Rp110,95 triliun untuk 2025, kini hanya tersisa Rp29,95 triliun setelah pemangkasan.
Menurut Achmad, kebijakan ini mencerminkan pergeseran prioritas pembangunan nasional agar lebih berpihak kepada masyarakat kecil.
“Hingga saat ini, pemerintah belum merinci proyek mana saja yang akan dikurangi, tetapi pemangkasan seharusnya difokuskan pada proyek-proyek yang tidak berdampak langsung bagi masyarakat kecil, seperti jalan tol berbayar dan proyek strategis nasional (PSN) yang tidak mendesak,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Achmad menjelaskan bahwa meskipun jalan tol berbayar dapat meningkatkan konektivitas, pengguna utamanya adalah kelompok menengah atas dan sektor bisnis. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah lebih memprioritaskan infrastruktur yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas.
Sebaliknya, anggaran untuk sektor sanitasi, air bersih, dan irigasi sebaiknya tetap dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Selama satu dekade terakhir, alokasi untuk infrastruktur sanitasi dan sistem penyediaan air minum (SPAM) hanya mencapai 17,20 persen dari total anggaran, sehingga perlu mendapat perhatian lebih besar.
Wakil Menteri PU, Diana Kusumastuti, sebelumnya membenarkan bahwa anggaran kementeriannya mengalami pemangkasan sebesar 80 persen, mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
Menanggapi hal ini, Achmad berpendapat bahwa efisiensi anggaran infrastruktur dapat menjadi peluang bagi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk lebih fokus pada peningkatan daya beli masyarakat kelas menengah serta penciptaan lapangan kerja.
Menurutnya, proyek infrastruktur berskala besar tidak selalu memberikan dampak langsung terhadap kesempatan kerja bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Oleh karena itu, alih-alih terus mendorong proyek-proyek infrastruktur besar yang membutuhkan investasi jangka panjang, pemerintah disarankan untuk mengalihkan fokus ke sektor-sektor yang dapat memberikan dampak ekonomi lebih cepat.
Selain itu, Achmad menekankan pentingnya program yang mendorong daya beli masyarakat, seperti subsidi energi, bantuan untuk UMKM, dan insentif bagi industri padat karya. Program-program ini dinilai perlu menjadi prioritas guna menjaga stabilitas ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global.
Meskipun pembangunan infrastruktur tetap penting, Achmad menegaskan bahwa prioritasnya harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat luas, bukan hanya menguntungkan investor atau kelompok ekonomi tertentu.
“Infrastruktur yang inklusif seperti jalan umum gratis, angkutan massal murah, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan, harus lebih diutamakan dibandingkan proyek komersial seperti jalan tol berbayar,” jelasnya.
Dalam satu dekade terakhir, belanja infrastruktur Indonesia lebih banyak dialokasikan untuk proyek jalan tol dan PSN. Data menunjukkan bahwa bidang Bina Marga, yang bertanggung jawab atas pembangunan jalan dan jembatan, memperoleh alokasi terbesar, yaitu 44,01 persen dari total anggaran infrastruktur.
Sebaliknya, sektor-sektor yang lebih esensial bagi kesejahteraan rakyat kecil, seperti sanitasi, air bersih, dan perumahan rakyat, hanya mendapat sekitar 24,5 persen dari total anggaran.
Achmad menilai bahwa jalan tol berbayar memang meningkatkan konektivitas antarwilayah, tetapi pengguna utamanya tetap berasal dari kelas menengah atas dan sektor bisnis, terutama industri logistik.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur yang benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil, seperti akses terhadap hunian layak, sanitasi yang baik, dan air bersih yang terjangkau. (ant/nsp)
Load more