"Jadi harus ada transformasi kelembagaan, bisnis, kultural dan manajemen. Jadi nanti itu barangkali yang akan kita lakukan pada Januari 2025," kata Burhanuddin.
Sebelumnya, Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Arief Ramayandi menilai, wacana untuk memperkuat Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak menjadi Badan Penerimaan Negara (BPN), ternyata tidak akan berdampak signifikan pada penerimaan negara.
“Tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa pemisahan BPN (Ditjen Pajak dari Kemenkeu) akan serta merta mendorong penerimaan negara,” kata Arief Ramayandi, Kamis (16/5/2024).
Meski begitu, ia mengatakan pembentukan BPN mungkin untuk dilakukan, sebagaimana yang terjadi pada pemisahan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemisahan tersebut akan membuat tanggung jawab instansi makin mengerucut sehingga konsentrasi pengelolaan akan lebih terfokus.
“Mereka cuma perlu konsentrasi pada memungut penerimaan negara. Di sisi lain, ada Kementerian Keuangan yang lebih fokus pada fiskal. Jadi, karena mereka fokus pada satu pekerjaan saja, seharusnya mereka bisa lebih efektif,” ujar dia.
Lebih lanjut Arief Ramayandi menilai urgensi bagi Indonesia untuk membentuk BPN bergantung pada Kementerian Keuangan.
Bila lembaga bendahara negara merasa perlu untuk memusatkan fokus pada kebijakan fiskal, maka urgensi pembentukan BPN menjadi lebih tinggi. Sementara, bila Kementerian Keuangan merasa tekanannya belum cukup besar, maka urgensinya menjadi lebih rendah.
Load more