Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan bahwa hingga saat ini, belum ada ekspor pasir hasil sedimentasi laut yang dilakukan.
Meskipun banyak perusahaan yang berminat menjual pasir tersebut, Trenggono menyebutkan bahwa ada persyaratan yang sangat ketat yang harus dipenuhi.
Persyaratan tersebut adalah untuk memastikan pengambilan pasir tidak merusak lingkungan dan mematuhi aturan yang berlaku.
“Ekspor belum ada kemanapun. Permintaan dari berbagai kalangan, seperti perusahaan-perusahaan yang berminat untuk menjual sedimentasi pasir ini banyak. Tapi tentu ada persyaratan dan persyaratan sangat ketat di situ,” ujar Menteri Trenggono saat diwawancarai di Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Trenggono menambahkan bahwa ekspor baru dapat dilakukan jika kebutuhan pasir dalam negeri sudah terpenuhi.
Selain untuk reklamasi, pasir laut juga bisa dimanfaatkan untuk proyek pembangunan seperti jalan tol, serta rehabilitasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang terancam tenggelam.
Ia juga menyoroti dampak sedimentasi terhadap lingkungan.
"Sedimentasi menutupi terumbu karang dan menghalangi alur kapal, yang jelas mengganggu ekosistem. Itu salah satu alasan kita ingin segera menyelesaikan masalah ini," katanya.
Trenggono menekankan bahwa kunci pemanfaatan pasir sedimentasi adalah untuk reklamasi dalam negeri, agar material reklamasi tidak diambil dari pulau-pulau kecil.
Dalam hal persyaratan, ia menekankan pentingnya perizinan, jenis kapal, dan teknologi yang digunakan.
Perusahaan yang ingin mengambil hasil sedimentasi harus memaparkan tujuan pemanfaatannya untuk memastikan bahwa tidak ada kerusakan lingkungan
“Misalnya ada perusahaan yang berminat untuk mendapatkan hasil sedimentasi untuk reklamasi. Maka dia harus menunjukkan kebutuhan untuk reklamasi di mana,” lanjutnya.
Trenggono menambahkan, pihaknya akan mengecek apakah proyek reklamasi tersebut memang diperlukan dan apakah area yang direklamasi berkaitan dengan ekologi.
Jika berkaitan dengan ekologi, izin reklamasi tidak akan diberikan. Selain itu, perusahaan juga harus memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Terkait kapal yang digunakan, Trenggono menyatakan bahwa tidak semua jenis kapal bisa digunakan untuk mengambil sedimentasi.
Waktu yang diperlukan untuk proses pembersihan juga akan dipertimbangkan sebelum memberikan izin. Proses pembersihan ini diawasi secara ketat untuk memastikan bahwa sedimentasi yang diambil tidak mengandung mineral yang berada di bawah pengawasan Kementerian ESDM.
Pengawasan melibatkan tim kajian dari berbagai pihak, termasuk KKP, kementerian dan lembaga terkait, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah.
“Terus kapalnya apa? Kapalnya harus yang kita rekomendasikan. Kenapa? untuk memastikan cara pengambilannya enggak ngawur. Itu menjadi penting juga untuk keberlanjutan dan supaya ekosistem di luar tidak rusak,” tambahnya.
Pengelolaan hasil sedimentasi diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor 26 tahun 2023.
Regulasi ini menetapkan tata kelola yang bertujuan untuk mengatasi sedimentasi yang bisa mengurangi kapasitas dukung dan tampung ekosistem pesisir dan laut, serta menjaga kesehatan laut.
Regulasi ini juga mendukung pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Langkah-langkah pengelolaan dan pemanfaatan sedimentasi laut ini saat ini tengaha diupayakan pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Namun, dengan aturan yang ketat, diharapkan proses pengambilan sedimentasi bisa dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. (ant/rpi)
Load more