Jakarta, tvOnenews.com - Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera terus menuai penolakan dari berbagai pihak.
Menurut Presiden Konfederasi Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin, beban pengeluaran buruh yang semakin besar akibat berbagai potongan termasuk iuran Tapera tidak sebanding dengan kenaikan upah tahunan.
Belum lagi, tidak dijelaskan dalam PP No. 21 tahun 2024 mengenai jaminan yang akan diberikan kepada peserta Tapera jika terjadi inflasi.
Pasalnya, Tapera akan menerapkan skema tabungan jangka panjang untuk para pekerja agar dapat membeli rumah di masa depan.
"Apa yang menjadi jaminan nilai uang yang terakumulasi nantinya masih senilai sekarang? Karena kalau melihat secara konservatif, inflasi di Indonesia itu 2-3%, jika diakumulasikan selama 20 tahun, artinya inflasinya bisa sampai 50% bahkan 80%, ini sangat berpotensi merugikan buruh. Itu sangat menakutkan sekali," kata Irham kepada tvOnenews.com, Jumat (31/5/2024).
Selain itu, kebijakan Tapera yang diteken oleh Presiden Jokowi juga tidak memuat mengenai benefit atau keuntungan dari kepesertaan Tapera.
Oleh karena itu, Tapera masih dianggap tidak bisa memberikan kepastian bahwa kepada peserta bahwa program ini nantinya baik untuk mereka.
"Belum lagi, PP 21 Tahun 2024 itu tidak mengatur mengenai benefit atau hal-hal apa saja yang akan didapatkan buruh, termasuk apakah ketika setelah 20 tahun itu dana yang diiurkan itu bisa diambil lagi atau ada dana penyertaan dari pemerintah, apakah ada penyertaan dari swakelola BP Tapera dan seterusnya? Itu tidak ada kejelasan, ini berpotensi merugikan buruh,"
Bila Pemerintah nekat memberlakukan PP Tapera ini, Konfederasi Sarbumusi juga mengingatkan adanya risiko instabilitas ekonomi di masa depan dan adanya public distrust terhadap pengelolaan dana publik.
“Kondisi ekonomi global saat ini penuh ketidakpastian dan fragile. Globalisasi, perubahan iklim, postur demografi dan situasi geopolitik serta keamanan global akan membuat dana yang diiur buruh ini akan berada dalam situasi ketidakpastian dan rentan.”
“Belum lagi masyarakat masih trauma terhadap isu korupsi dan hilangnya dana publik yang dikelola oleh beberapa lembaga publik seperti ASABRI beberapa tahun lalu,” Irham menambahkan.
Penghitungan yang ada di peraturan pemerintah tentang Tapera juga tidak jelas dasar penghitungannya.
Secara nominal, juga tidak dijelaskan secara rinci rumah seperti apa yang akan didapatkan pekerja nantinya.
Skema menyediakan rumah melalui skenario hipotek konvensional atau penyediaan rumah bersubsidi jauh lebih baik dan masuk akal karena bisa langsung dinikmati oleh pekerja.
Oleh karena itu, salah satu saran kepada pemerintah untuk program pemenuhan kebutuhan hunian untuk buruh melalui dua strategi, yakni melalui optimalisasi fungsi manfaat layanan tambahan BPJS Ketenagakerjaan dan program perumahan rakyat dengan skema pembiayaan khusus. (rpi)
Load more