"Bulan-bulan lalu kan harga telur sempat jatuh sehingga banyak peternak yang mengurangi jumlah populasi sehingga imbasnya kayak gini, apalagi saat ini kegiatan ekonomi sudah mulai berjalan bagus sedangkan produksi telur berkurang dari bulan-bulan lalu," ucapnya.
Fajar yang memiliki 12.000 ekor ayam petelur mengaku kewalahan memenuhi permintaan dari pedagang. Padahal dalam sehari ayam petelurnya bisa menghasilkan sekitar 600 kg telur.
Meskipun senang dengan naiknya harga telur, tapi ia justru berharap harga telur terus stabil.
"Kita sebenarnya harga telur naik ini tentunya cukup senang aja tapi kalau bisa stabil aja (harganya), gak seperti bulan-bulan lalu hingga di bawah BEP (Break Even Point) hingga banyak peternak gulung tikar, juga tidak melambung terlalu tinggi karena kalau melambung terlalu tinggi nanti kadang jual telur susah juga karena bakul-bakul (pedagang) mikir-mikir juga kalau mau ambil," terangnya.
Naiknya harga telur membuat ibu-ibu menjadi kalangan yang paling merasa terdampak. Mereka bahkan terpaksa mengurangi konsumsi telur dan menggantinya dengan lauk lain.
"Untuk lauk kadang diganti dengan tempe atau ikan asin. Ya mau gimana lagi, harus bisa ngirit," ujar Suharti salah satu warga Triharjo, Sleman. (Andri Prasetiyo/Buz).
Load more