tvOnenews.com - Matahari perlahan beranjak dari langit Yogyakarta, warna kelabu mulai memenuhi sisi yang tadinya biru. Sejumlah pedagang angkringan di sisi jalan terlihat menggelar tikarnya, bersiap menyambut para pelancong tiba.
Di Bundaran Tugu, jalanan ramai dengan mobil, motor, dan pejalan kaki. Muda-mudi mengantre tak sabar ingin berfoto di plang Jalan Malioboro sebagai validasi sah sudah ke Jogja.
Sementara Bu Arief dan suaminya baru saja pulang dari berjualan di kantin Rumah Sakit JIH.
Di bagian belakang motor bebek kesayangan mereka, nampak terikat buntalan karung yang ternyata berisi gelas plastik, botol plastik, hingga saset bekas kopi.
Bu Arief tak langsung masuk ke rumah, ia berjalan membawa sampah-sampah plastik itu ke bank sampah Gatra Sejahtera di komplek perumahan Griya Gatra Sejahtera, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
“Lumayan, mas. Dikumpulkan sedikit-sedikit buat ditukar emas di bank sampah,” kata Bu Arief sambil bersemangat.
Bu Arief juga diberitahu pengurus bank sampah bahwa minyak jelantah bekasnya berjualan gorengan di kantin juga bisa dijual. Nantinya minyak jelantah itu akan diolah menjadi sabun hingga biodiesel.
Bu Arief semakin bersemangat setelah tahu minyak jelantah yang selama ini ia buang begitu saja, ternyata bernilai tinggi.
(Foto: Produk olahan limbah Tabungan Hijau)
Menurut kesaksian Dinik Fitri selaku pegiat Eco Finance Literacy sekaligus pendamping bank sampah Gatra Sejahtera, Bu Arief salah satu yang paling konsisten.
“Beliau sudah rutin ke bank sampah mulai awal pendirian, tahun 2020,” kata Dinik.
“Sekali setor bisa sekitar 40-60 ribu kalau dirupiahkan,” imbunya.
Saat ini Bu Arief sudah bisa menabung sampai kurang lebih seperempat gram emas.
Pendirian bank sampah ini berawal dari program pengabdian masyarakat yang dikerjakan Dinik sebagai dosen di UIN Sunan Kalijaga.
“Awalnya belum ke emas, nabung biasa. Terus karena sampah itu kan hasilnya sedikit ya kalau ibu rumah tangga. Kalau dikasih uang itu paling habis dibuat beli es teh, ya,” jelas Dinik sambil berseloroh.
Agar lebih bernilai investasi, akhirnya tercetus ide mengonversi tabungan sampah ke tabungan emas.
(Foto: Aplikasi Tabungan Hijau)
“Akhirnya kami buat aplikasi Tabungan Hijau, lalu bekerjasama dengan Pegadaian Syariah. Jadi ini dari kegiatan pengabdian, dikembangkan ke penelitian, dikembangkan lagi kerjasama dengan pihak eksternal,” terang Dinik.
Aplikasi Tabungan Hijau digunakan untuk pencatatan membantu bank sampah mencatat transaksi nasabahnya.
“Jadi sekarang kalau nasabah ingin dikonversi emas, sekarang bisa,” ujar Dinik.
Tak puas hanya di lingkungan perumahan, Dini dan tim mengembangkan program Tabungan Hijau ke TPST 3R Piyungan dan pasar tradisional.
“Karena urusan sampah ini komprehensif, maka kami perluas mengusung pasar zero waste. Sebagai percontohan, kami bekerjasama dengan Pasar Desa Nirmala di Kalurahan Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul,” kata Dinik.
Sampah organik di pasar nantinya akan selesai di pasar, sehingga tidak perlu diangkut kemana-mana menggunakan truk yang hanya menimbulkan timbunan baru dan bau.
Caranya adalah dengan mengolah sampah organik menjadi pakan maggot, lalu maggotnya bisa dimakan hewan ternak seperti ayam dan ikan.
“Kami buatkan juga nanti pertanian hidroponiknya. Jadi semakin kelihatan ekonomi sirkularnya,” ucap Dinik.
(Foto: Tim Tabungan Hijau mengembangkan bank sampah di pasar tradisional)
Sementara untuk sampah non organik diolah menjadi raw material, seperti plastik cacah, styrofoam yang dilelehkan, dan minyak jelantah menjadi sabun hingga biodiesel.
Selain berbicara soal pengolahan sampah, menurutnya para pedagang di pasar juga lebih potensial untuk mengonversi sampahnya menjadi tabungan emas
“Karena mereka sudah punya penghasilan utama dari berjualan,” kata Dinik.
Bulan November 2023 lalu, tim Tabungan Hijau kembali memperluas cakupannya dengan menggandeng tujuh pondok pesantren di Yogyakarta.
“Pesantren juga memungkinkan untuk tabungan emas, sama seperti ibu-ibu PKK di perumahan dan pedagang pasar,” jelas Dinik.
Dalam pelaksanaannya program Tabungan Hijau ini juga melibatkan akademisi, tokoh masyarakat RT/RW, lembaga keuangan Pegadaian Syariah dan Deputi Keuangan Inklusif Keuangan Syariah (KIKS) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Rencana kami juga mau buat sistem jemput sampah kayak ojek online gitu. Jadi ibu-ibu rumah tangga bisa pesan untuk diambil sampahnya lewat Tabungan Hijau retail. Jadi nggak melalui bank sampah,” terang Dinik.
Sementara untuk masyarakat yang tidak menggunakan ponsel bisa langsung setor ke bank sampah.
Menurutnya Pegadaian Syariah amat komprehensif dan serius dalam menjalankan ekonomi hijau ini.
“Karena nggak cuma sekedar mengalihkan sampah menjadi emas, tapi bagaimana caranya produk-produk ini bisa di-recycle dan dimanfaatkan oleh industri,” pungkas Dinik.
(amr)
Load more