Jakarta, tvOnenews.com - Pengamat Perbankan, David E. Sumual mengatakan, Indonesia tidak akan mengalami dampak signifikan atas kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) Amerika Serikat.
Hal ini dikarenakan Indonesia sudah jauh lebih baik dalam menghadapi krisis di bidang perekonomian maupun perbankan. Lantaran kini sudah ada perangkat institusional yang mumpuni.
“Jadi kalau saya perhatikan sih sejauh ini dampaknya relatif tidak signifikan ya untuk Indonesia,” kata dia, saat dihubungi tvOnenews.com, pada Minggu (12/3/2023).
Kecakapan Indonesia dalam menghadapi krisis adalah belajar dari pengalaman di mana tanah air beberapa kali berada di posisi krisis ekonomi.
“Dulu punya pengalaman buruk ya tahun 1997 (krisis moneter), kemudian krisis global financial 2008, lalu kemarin pada pandemi 2020,” jelasnya.
“Perangkat institusional kita belum siap waktu itu ya, jadi banyak aturan-aturan yang belum clear. Tapi saat ini memang kalau kita perhatikan, perangkat aturan secara institusional itu sudah cukup baik kita siapkan dan kita sudah bisa menavigasi beberapa krisis,” lanjutnya.
Kendati demikian, Chief Economist PT Bank Central Asia ini menuturkan bangkrutnya SVB, Indonesia akan mengalami kerugian dari segi capital market atau pasar modal.
Pengaruh capital market ini juga bukan sesuatu yang mengancam perekonomian Indonesia, karena masih bersifat terbatas lantaran SVB hanya lah bank kecil di Amerika.
“Mungkin akan ada dampak sedikit ke capital market tetapi mungkin juga ini bukan hanya Indonesia, tapi regional mungkin ada pengaruh. Jadi ini hanya terbatas, sangat isolated, terisolasi ya. Kondisinya memang di satu bank kecil di Amerika sana ya,” pungkasnya.
Untuk itu, dia meminta masyarakat untuk tidak khawatir, sebab dalam sisi permodalan perbankan Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di dunia, yakni 25 persen. Angka tersebut dinilai menjadi bumper yang cukup kuat untuk perekonomian nasional Indonesia.
Sebelumnya, Silicon Valley Bank (SVB) ditutup oleh otoritas berwenang Amerika Serikat pada Jumat (10/3/2023) waktu setempat.
Melansir Reuters Penutupan SVB Financial ini merupakan kegagalan bank terbesar di AS sejak krisis keuangan 2008.
Runtuhnya Silicon Valley Bank pada hari Jumat tersebut menimbulkan kegelisahan pasar global dan saham perbankan.
Regulator menunjuk Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) sebagai penerima, menempatkan SVB Financial selaku pemberi pinjaman sektor teknologi berat ke dalam kurator dan akan membuang asetnya.
FDIC menyebut kantor utama dan semua cabang SVB Financial rencananya akan dibuka kembali pada 13 Maret dan semua deposan yang diasuransikan akan memiliki akses penuh ke simpanan yang diasuransikan paling lambat Senin (13/3/2023) pagi.
Lebih dari 1% SVB, yang menjalankan bisnis sebagai Silicon Valley Bank, tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar soal ini.
Para nasabah SVB disambut dengan pintu terkunci pada hari Jumat kemarin.
"Dasbor klien rusak," kata klien bank yang berbasis di Inggris kepada Reuters.
CEO Cato Digital Dean Nelson, sedang mengantre di luar kantor pusat SVB Santa Clara, berharap mendapat jawaban.
Nelson mengatakan dia khawatir tentang kemampuan perusahaan untuk membayar karyawan dan menutupi pengeluaran.
"Akses ke uang tunai adalah masalah terbesar bagi sebagian besar perusahaan di sini. Jika Anda seorang pemula, uang tunai adalah raja. Uang tunai dan alur kerja, untuk dapat memiliki landasan sangat penting," kata Nelson.
Bank-bank AS telah kehilangan lebih dari US$ 100 miliar nilai pasar saham selama dua hari terakhir, dengan bank-bank Eropa kehilangan sekitar US$ 50 miliar nilai lainnya, menurut perhitungan Reuters. (agr/aag)
Load more