Sidang Gugatan Perdata Ijazah Jokowi di Pengadilan Negeri Sleman Ditunda, Ini Penyebabnya
- Tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Sleman, tvOnenews.com - Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Sleman memutuskan untuk menunda sidang gugatan perdata terkait keaslian ijazah Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi yang diselenggarakan pada hari ini.
Untuk diketahui, sidang gugatan perdana ini dipimpin oleh Cahyono sebagai Ketua Majelis Hakim, Hakim Anggota 1 Raden Danang Noorkusumo dan Hakim Anggota 2 Novita Arie Dwi Ratnaningrum.
Sementara, peserta sidang yaitu Komardin sebagai pihak penggugat, Ariyanto mewakili pihak tergugat 1 sampai 7, Jahro Alkom mewakili Kasmojo. Serta turut dihadiri tim pengacara dari Surakarta yang turut membela pihak penggugat.
Adapun, majelis hakim menunda sidang gugatan perdata ini karena berkas dari rekan penggugat dinilai belum lengkap. Sehingga, persidangan akan kembali digelar pada 28 Mei 2025 mendatang.
"Ini (sidang gugatan perdata) ditunda ya kebetulan ada teman mau intervensi mendukung kami, cuma katanya gugatannya belum lengkap, belum tersedia.
Sehingga, kesempatan tadi ditunda untuk dia. Insya Allah nanti tanggal 28 Mei kita lanjutkan (sidang)," kata Komardin ditemui usai persidangan, Kamis (22/5/2025).
Sebenarnya, lanjut Komardin, berkas gugatan yang dibawa oleh rekan sesama pengacaranya tersebut sudah siap, namun tertinggal ketika mereka perjalanan menuju Sleman.
"Saya juga pikir sudah siap, ternyata katanya tertinggal. Yasudah kalau tertinggal mau apa lagi. Formulirnya tertinggal karena dia berangkat dari Solo sehingga kelupaan," ucapnya.
Komardin menuturkan, ada 14 poin yang digugat di antaranya meminta tergugat 1-7 untuk menyerahkan daftar Dosen Fakultas Kehutanan UGM yang mengajar pada tahun 1980-1985, menyerahkan daftar nama-nama calon mahasiswa pada Fakultas Kehutanan tahun ajaran 1979/1980, menyerahkan daftar nama-nama mahasiswa UGM yang lulus pada Fakultas Kehutanan tahun ajaran 1979/1980, menyerahkan Kartu Rencana Studi (KRS) dari semester 1 sampai akhir atas nama Joko Widodo pada Fakultas Kehutanan UGM, menyerahkan nama-nama mahasiswa UGM Fakultas Kehutanan yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) serta alamat lokasi KKN bersama Joko Widodo.
Selanjutnya, menyerahkan skripsi atas nama Joko Widodo Fakultas Kehutanan UGM mantan Presiden RI, menyerahkan 10 skripsi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM yang lulus pada tahun 1985, menyerahkan duplikat ijazah atas nama Joko Widodo, menyerahkan duplikat 10 ijazah yang lulus pada tahun 1985, menyerahkan nama Ketua Jurusan Teknologi Kayu yang merupakan jurusan yang dipilih oleh Joko Widodo, nama Dekan Fakultas Kehutanan dan nama Rektor UGM pada tahun 1985.
Kemudian, mengizinkan penggugat menghadirkan tim forensik dengan peralatan untuk menguji dokumen di depan pengadilan secara terbuka untuk umum agar seluruh rakyat Indonesia dapat menyaksikannya langsung, memerintahkan kepada tergugat 1-8 hadir untuk memberikan keterangan dihadapan Pengadilan dan tidak dapat diwakilkan, memerintahkan tergugat 1-8 hadir untuk menyerahkan ijazah S1-S3 ke Pengadilan untuk diperiksa dan memerintahkan kepada tergugat 1-8 hadir dan tidak boleh diwakilkan oleh kuasa hukumnya pada saat pembuktian oleh tim forensik dihadapan Majelis Hakim.
Adapun alasan pemohon karena dokumen tersebut merupakan alat bukti penting yang berkaitan langsung dengan pokok perkara a quo. Serta, dokumen tersebut tidak berada dalam penguasaan penggugat, melainkan secara ekslusif dalam penguasaan tergugat 1-7.
"Sekarang kan saling mengeklaim bahwa (ijazah Jokowi) ada yang palsu, asli kan begitu terus. Mudah-mudahan ini bisa cepat selesai dan cepat terungkap apa asli atau tidak," ucap Komardin.
Dengan begitu, kegaduhan yang terjadi imbas ijazah Jokowi ini berdampak positif pada perbaikan sektor ekonomi di Indonesia.
Sedangkan, bila UGM tidak bisa membuktikkannya, Komardin menuntut ganti rugi sebesar Rp 1.069 Triliun yang terdiri dari kerugian materiil Rp 69 Triliun dan imateriil Rp 1.000 Triliun.
Tuntutan mengenai dua kerugian tersebut karena pada Desember 2025 bertepatan jatuh tempo pembayaran hutang Indonesia sebesar Rp 833 Triliun, dengan asumsi nilai Dolar Rp 15.500 Triliun. Sekarang ini, nilai Dolar sudah tembus Rp16.600 Triliun sekian.
Otomatis, negara harus menambah Rp 69 Triliun untuk menutupi kekurangan. Makanya, pemerintah saat ini gencar memangkas anggaran dimana-dimana.
Di lokasi yang sama, Ariyanto melihat aspek hukum acara dari rekan penggugat belum terpenuhi sebagai Pasal 179 RV, sehingga sidang gugatan hari ini perlu ditunda.
"Jadi hukum acaranya harus ada yang dipenuhi terlebih dahulu, karena ini sifatnya persidangan yang terhormat. Apabila hukum acara sudah ditempuh, beliau mencari intervensi yang tepat, hadir dan mewakili kebenaran lainnya. Karena hukum acara tidak terpenuhi, maka kami tidak bisa untuk menerima beliau hadir di dalam prosedur," kata Ariyanto. (scp/buz)
Load more