Ekspor Sarang Burung Walet Belum Optimal, Barantin Kawal Strategi Pemenuhan Standar Regulasi untuk Hilirisasi
- tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Sleman, tvOnenews.com - Badan Karantina Indonesia (Barantin) berkomitmen terus mengawal strategi pemenuhan standar ekspor sarang burung walet di Indonesia. Hal ini menyusul belum optimalnya volume ekspor produk yang diambil dari liur burung walet ini ke negara tujuan karena persyaratannya yang ketat.
“Barantin akan terus mengawal pada pemenuhan standar karantinanya sesuai persyaratan negara tujuan serta terus melakukan pendampingan karena hilirisasi ini juga merupakan program utama pemerintah,” ungkap Sahat M Panggabean, Kepala Barantin saat menjadi narasumber dalam acara Lokakarya Nasional "Prospek Budi Daya dan Hilirisasi Sarang Burung Walet di Indonesia" yang dilaksanakan oleh Fakultas Peternakan, UGM Yogyakarta, Sabtu (26/4/2025).
Menurut Sahat, sarang burung walet Indonesia menjadi primadona ekspor di Cina. Namun, karena persyaratan yang ketat menyebabkan volume ekspor ke Cina belum optimal. Pada 2024, jumlah kapasitas ekspor sarang burung walet ke Cina sebesar 694 ton. Dari jumlah tersebut, hanya terealisasi 376 ton atau separuhnya.
Kemudian, pada 2024, jumlah ekspor sarang burung walet Indonesia sebanyak 1.274 ton dengan tujuan berbagai negara, seperti Hong Kong, Cina, Vietnam, Singapura, Amerika Serikat, Taiwan, Malaysia, dan Australia. Padahal, ekspor sarang bulut walet terdiri dari berbagai jenis, baik bahan baku maupun produk jadi seperti makanan dan minuman.
Walaupun begitu, hilirisasi sarang burung walet tidak sebatas pada produk makanan dan minuman, namun juga bisa dalam bentuk produk lain seperti Peptida Bioaktif, Produk Kecantikan dan Farmaseutikal.
“Sarang burung walet ini memang harganya cukup bagus, terutama saat ini yang paling tinggi ke Cina karena banyak kandungannya seperti protein, karbohidrat, mineral, juga unsur nilai kultur budaya serta prosesnya yang memerlukan keahlian dan tahapan yang panjang,” tutur Sahat.
Sahat menjelaskan bahwa Indonesia pada umumnya adalah tempat yang potensial dan baik untuk melakukan budi daya walet karena kondisi iklim dan geografis serta potensi alamnya yang sangat mendukung. Namun, tantangannya adalah pemenuhan standar keamanan pangan negara tujuan ekspor. Hal tersebut menurutnya perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan yang ada.
Beberapa negara tujuan ekspor menerapkan persyaratan yang berbeda-beda, seperti Cina yang menerapkan beberapa persyaratan seperti Unit Prosessing Sarang Burung Walet (Instalasi Karantina Hewan) yang teregistrasi di Barantin dan GACC (General Administration of Customs of the People's Republic of China), penerapan HACCP dan jaminan ketertelusuran sampai ke rumah walet yang harus terdaftar di Barantin dan GACC, pemanasan sampai suhu inti mencapai minimal 70˚C dan dibiarkan selama minimal 3,5 detik untuk mematikan agen patogen, kadar nitrit ≤ 30 ppm, kadar air 15%, serta harus bebas cemaran biologi, kimia dan fisik.
“Australia, Amerika, Kanada juga punya standarnya sendiri. Tantangan yang harus kita hadapi ini bisa kita lalui, tentunya dengan sinergi antara pelaku usaha dengan pemerintah,” ungkap Sahat.
Sahat menyampaikan bahwa selain merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, dengan hilirisasi ada banyak manfaat didapatkan seperti terciptanya lapangan kerja, penambahan devisa dan keuntungan, serta peningkatan perekonomian masyarakat. Sementara itu, jika sarang burung walet hanya dikirim dalam bentuk mentah, maka dapat menimbulkan beberapa kerugian, di antaranya harga acuan komoditas sarang burung walet ditentukan oleh asing, penurunan cadangan devisa, penurunan lapangan pekerjaan, penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat pembudidaya walet, penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat pekerja pada tempat pemrosesan sarang burung walet, serta menimbulkan tekanan negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
"Kami mengajak seluruh asosiasi pengusaha sarang burung walet yang hadir, untuk bisa mendukung program pemerintah terkait hilirisasi ini. Kami juga mohon dukungan dari UGM dan beberapa kampus terbaik kita untuk melakukan penelitian bahwa kandungan aluminium alami yang tinggi pada sarang walet di beberapa daerah sehingga kami bisa menyampaikan kepada otoritas negara mitra, apabila sarang burung walet kita banned karena kandungan aluminium kita cukup tinggi," kata Sahat.
Ina Soelistyani, Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mendampingi kegiatan tersebut menambahkan bahwa untuk wilayah DIY, budi daya walet belum banyak dilakukan. Saat ini, baru ada satu tempat pemrosesan dan jumlah ekspornya hanya 52 kg pada 2024 lalu. (scp/ard)
Load more