Yogyakarta, tvOnenews.com - Viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan keindahan gua di lahan perbukitan karst yang akan menjadi lokasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Kalurahan Planjan, Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Gua itu ditemukan oleh pekerja proyek secara tidak sengaja pada Selasa (15/10/2024) sekira pukul 21.30 WIB, ketika akan mengeruk dinding batuan karst menggunakan eskavator.
Dalam video tersebut memperlihatkan struktur gua dengan stalakmit dan stalagtit yang masih terlihat alami.
Temuan tersebut lantas menyita perhatian warga sekitar yang ingin melihatnya maupun mengabadikan di gawainya. Akan tetapi, gua tersebut kini telah ditutup batu putih.
Dosen Departemen Geografi lingkungan, UGM, Eko Haryono turut merespon atas temuan ini. Ia memperkirakan, gua yang ditemukan di bawah proyek pembangunan JJLS terbentuk sekitar ratusan ribu tahun yang lalu.
Struktur stalagmit dan stalaktit juga terlihat masih aktif. Sehingga ia mendukung langkah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang menutup kawasan tersebut.
Rencananya, pihaknya bersama Pemkab setempat akan melakukan pemetaan atas temuan tersebut.
"Mungkin pertengahan November," kata Eko, Kamis (17/10/2024).
Dijelaskannya, pemetaan ini untuk mengetahui apakah gua tersebut apakah masih terkoneksi dengan yang lainnya.
Guru Besar Fakultas Geografi UGM menyebut, ada beberapa proses dalam pembentukan gua. Serta, ada yang saling terkoneksi ataupun belum tentu terkoneksi dengan gua yang lain.
Dengan demikian, ia menyarankan untuk dilakukan pengecekan dengan metode geofisika. Metode ini untuk mengetahui keberadaan lorong-lorong gua yang lain di sekitarnya karena berkaitan dengan proyek jalan.
"Kalau tidak ada, (JJLS) tidak perlu dibelokkan. Kalau ada, kalau bisa diatasi dengan struktur juga gak masalah. Saya pernah mencontohkan kalau di Eropa Timur ada pembangunan landasan pacu bawahnya ada gua, tetap disana landasan pacunya tapi konstruksinya yang dibikin sedemikian rupa sehingga guanya tidak terganggu," ucap Kaprodi S3 Ilmu Lingkungan UGM. (scp/buz)
Load more