Yogyakarta, tvOnenews.com - Di tengah gempita menyambut HUT RI ke 78, ratusan perempuan buruh gendong di Pasar Beringharjo masih harus bekerja keras untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Menjelang hari kemerdekaan Indonesia beragam harapan muncul di benak para buruh gendong. Tak sedikit dari para perempuan buruh gendong itu yang kini telah berusia tua.
Jumini (58) warga asal Kulonprogo, adalah salah satu buruh gendong paling tua di Pasar Beringharjo. Kesibukan Jumini sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo telah dimulai sejak pagi menjelang.
Mengangkat barang-barang dagangan baik milik pembeli atau penjual di pasar, menjadi tugas sehari-hari bagi perempuan buruh gendong ini.
"Berangkat pukul 05.00 wib, saya biasa naik bus jemputan kemudian turun di Wirobrajan untuk naik becak ke arah pasar, nanti pulang pukul 16.30 wib sore" jelas Jumini.
Ia mengaku penghasilan sehari-hari sebagai buruh gendong tidak tentu. Untuk bawa barang 50 kilogram, Jumini akan mendapatkan upah 5 ribu hingga 10 ribu rupiah sekali gendong.
"Untuk upah ya itu gak mesti ya. Untuk menggendong barang berat 50 kilo dengan upah sepuluh ribu rupiah. Tapi ya gak mesti, tergantung nanti yang memakai jasa gendong. Ada juga kadang yang memberi 5 ribu." kata Jumini.
"Kalau ramai biasanya hari liburan karena banyak pembeli bawa barang yang dibeli. Kalo misal saya bawa kuatnya lima dus kerupuk itu, kalo sampai lantai atas, tapi kalo lebih saya dah gak kuat, lutut saya dah gak mampu," jelasnya.
Di hari Kemerdekaan, Jumini hanya bisa berharap upah huruh gendong bisa layak. Baginya, kemerdekaan adalah tentang suasana pasar yang ramai, sehingga banyak pembeli yang datang dan aktivitas pedagang di Pasar Beringharjo bisa berjalan normal tidak seperti saat pandemi lalu.
" Saya, kami buruh gendong di sini, didampingi Yasanti, harapan nya ya hari merdeka itu pasar Beringharjo bisa tetap ramai dan pembelinya banyak, dan kita bisa dilindungi dan mendapat upah yang layak. Ya, besok buruh gendong juga akan upacara HUT RI juga," jelas Jumini.
Upah itu akan dibawa pulang Jumini, setelah dipotong biaya transportasi dan makan. Meskipun demikian, Jumini mengaku kadang terpaksa pulang tanpa uang sepeser untuk kebutuhan keluarga di rumah.
Perhatian atau pendampingan terhadap nasib perempuan buruh gendong di Pasar Beringharjo juga telah dilakukan baik komunitas hingga lembaga sosial lainnya. Salah satunya Yayasan Annisa Swasti atau Yasanti yang telah sejak thlahun 1992 memberikan pendampingan dan berkegiatan bersama buruh gendong.
Menurut Umi Asih, Ketua II Yasanti, berbagai kegiatan rutin dan berkala juga digelar mulai pemberdayaan, pertemuan rutin, hingga pemeriksaan kesehatan bagi buruh gendong dengan membentuk Paguyuban Buruh Gendong Sayuk Rukun.
" Pendampingan yang kami lalukan sejak tahun 1992, kami melakukan pertemuan rutin, pengurus bulanan, ada pemeriksaan kesehatan, diskusi tentang ketenagakerjaan, dan beberapa kegiatan lain terutama pemberdayaan, penguatan ekonomi," jelas Umi.
Menurut Asih, tak sedikit dari para perempuan buruh gebsong yang memang berusia lanjut, namun beban yang harus ditanggung demi mencukupi lebutuhan hidup sehari-hari tetap dilakukan.
Ia buruh berharap, pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib buruh gendong, dengan memberikan fasilitas tempat bekerja yang layak serta berbagai kebijakan yang menguatkan ekonomi buruh gendong.
Saat ini, Yayasan Annisa Swasti telah melalukan pendampingan di empat pasar tradisional dengan total perempuan buruh gendong mencapai 400 orang.
"Untuk pendampingan kami ada di Pasar Beringharjo 208 buruh gendong, 133 buruh pasar Giwangan, 40 orang di pasar Gamping san 12 orang di pasar Kranggan serta 26 orang di paguyuban perempuan pekerja," pungkas Umi Asih. (nur/buz)
Load more