Berdasarkan AD ART, kata Budi, pencopotan ketua harus memenuhi salah satu dari empat syarat sesuai aturan organisasi. “Tersangkut masalah hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap, kemudian tidak aktif dalam kurun waktu setahun, yang ketiga meninggal dunia, dan yang keempat mengundurkan diri. Tapi kan tidak ada memenuhi keempat syarat itu,” kata Budi.
Budi juga menjelaskan, pengangkatan Dedi Dermawan sebagai ketua Karang Taruna saat itu didukung oleh pemerintah daerah sekaligus merupakan calon tunggal.
“Itu karena Solahuddin Nasution sudah melebihi periodesasi yang ditentukan oleh peraturan organisasi kita. Jadi di dalam organisasi kita itu maksimal dua periode, nah, Solahuddin Nasution itu sudah tiga periode lebih. Sehingga waktu itu kita adakan Temu Karya. Dan Dedi waktu itu jadi calon tunggal, tentu karena ini organisasi yang menjadi mitra dari pemerintah daerah, kami biasanya tetap bersilaturrahmi dan meminta pendapat dari pemerintah daerah. Waktu itu kami bertemu dengan dinas sosial. Intinya, Dedi mendapat restu dari pemerintah daerah termasuk pak Gubernur,” tegas Budi.
Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, membeberkan alasan dirinya mencopot Dedi Dermawan Milaya sebagai Ketua Karang Taruna Sumut. Saat itu, Edy menilai Dedi membawa Karang Taruna Sumut ke ranah politik.
"Karang taruna itu yang mengangkat Gubernur, Gubernur jugalah yang memberhentikan, karena dia sudah menyalah, membawa ini ke arah politik, kita cari orang yang tak berpolitik. Karang Taruna itu, budaya, olahraga, pendidikan, kesehatan, agama, itulah yang diolah, bukan politik. Makanya dibiayai dia pake APBD,” jelas Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. (bsg/wna)
Load more