Telan Dana Rp 69,9 M, Proyek Pembangunan Gedung Kantor Bupati Tapteng Tak Kunjung Selesai, IAW: Pelanggaran Hukum Proyek Tahun Jamak
- tim tvOne/Syaren
Namun, dalam kasus Tapteng, mekanisme ini dilanggar terang-terangan. Menurut Iskandar, pelanggaran ini bukan hanya pidana korupsi, tetapi juga pelanggaran administratif berat. Dia juga meminta pejabat yang menandatangani Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tanpa dasar hukum sah dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi (ganti rugi) berdasarkan UU Keuangan Negara.
“Artinya, tanggung jawab hukum harus diminta kepada seluruh pejabat penandatangan dokumen anggaran yang cacat hukum,” katanya.
Dalam kasus ini, Kejati Sumatra Utara (Sumut) kini memiliki momen krusial untuk membuktikan bahwa penegakan hukum berbasis audit bukan sekadar “penindakan individu”, tetapi pemulihan sistemik keuangan negara.
Untuk itu Kejati Sumut diminta mengusut seluruh kontrak multiyears 2020-2022 di Tapteng yang tidak memiliki dasar Perda. Selanjutnya menelusuri pejabat penandatangan dokumen anggaran dan memproses hukum mereka berdasarkan tanggung jawab jabatan.
Kejati Sumut diminta menerapkan pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor, jika ditemukan indikasi aliran dana, atau pihak yang memperkaya diri. Menetapkan status kerugian negara dari proyek gedung mangkrak dan menyusun rencana penyelamatan aset.
Selanjutnya, mempublikasikan hasil penyidikan dan penuntutan agar publik tahu sejauh mana uang rakyat diselamatkan. Langkah ini akan memperkuat kepercayaan publik dan menjadi tolok ukur transparansi penegakan hukum keuangan daerah.
“Keadilan bukan sekadar hukuman, tapi transparansi dan pemulihan. Keadilan bagi publik bukan hanya melihat pelaku dipenjara, tapi melihat uang negara kembali, sistem diperbaiki, dan pejabat jujur dilindungi,” kata Iskandar Sitorus.
Kejati Sumut harus transparan, dengan menyampaikan tahapan penyidikan, tindak lanjut audit, dan proses pemulihan aset. Transparansi bukan ancaman bagi institusi hukum, tapi justru benteng kepercayaan publik.
“Keadilan tidak lahir dari vonis, tapi dari keberanian membuka seluruh fakta. Dan publik berhak tahu siapa yang bertanggung jawab atas setiap rupiah uang rakyat yang hilang,” katanya.
Menurut Iskandar, kasus ini adalah cermin nasional tentang bagaimana pelanggaran keuangan daerah bukan akibat ketidaktahuan, melainkan akibat keberanian menabrak aturan.
“PP 12/2019 dan Permendagri 77/2020 sudah menjadi pagar hukum yang kokoh. Yang hilang hanyalah kemauan politik dan integritas hukum untuk menegakkannya,” katanya.
Load more