Medan - Menyulam biasanya menggunakan bahan benang, namun apa jadinya menyulam menggunakan pita. Kreasi ini dikembangkan oleh Etty Syafrina Lubis, asal Kota Medan pemilik Jasmine Handycraft yang berada di jalan Perjuangan Medan.
Sulam pita cantik dan unik karya Etty ini bisa dijadikan masker, sarung bantal, tudung saji, taplak meja dan sebagainya.
Sejak duduk kelas 6 sekolah dasar (SD) Etty sudah mulai menjahit, menyukai sulam menyulam berkat orang tuanya yang seorang guru keterampilan. Etty sendiri merupakan guru matematika, yang sudah mengajar 12 tahun.
Tahun 2005 Etty mengawali usahanya lewat kain flanel dengan membuat berbagai kreativitas seperti tas, tutup toples dan lainnya. Bahkan sudah mengirim hasil seninya itu keluar daerah.
“Belum sulam menyulam, booming nya dulu flanel buat toples, tas, buat semua lah. Itu 2005 saya sudah mulai mengirim keluar daerah tapi masih kawasan Sumatera Utara,” kata Etty.
“Lama kelamaan kalau namanya booming pasti selesai (bertahan sementara). Saya memperoleh informasi, sepertinya di Sumatera Utara itu belum ada nampak sulam pita, saya coba mula nya jual ke kerabat dulu kemudian pakai online penjualan, akhinya saya dapat pasar,” sambung Etty, Kamis, (24/3/2022) kepada tvonenews.com di Medan.
Lewat kepiawaian tangan kreatifnya, Etty dapat membuat karya yang unik dan cantik serta memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan. Mengenai harga Etty membandrol mulai puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah tergantung dari kesulitan motif dan ukuran sulam pita.
“Harga tergantung dari ukuran, seperti satu set kursi bantal itu Rp800 ribu, masker Rp40 ribu satuan nya,” ujar Etty.
Menjual atau memasarkan sulam pitanya, Etty dibantu anak nya Jasmine Meilani Halim, mulai dari foto produk, pengemasan produk dan mengunggahnya di sosial media. Dari situlah produknya sudah dikenal dan banyak menerima pesananan dari berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara walaupun situasi pandemi.
“Malah di awal Covid saya betul-betul rezeki banyak buat masker, masker fashion. Saya sampai kirim ke luar negeri, cuman saya tidak bisa memenuhi pasar karna pajaknya yang tinggi. Jadi ke Amerika, Kolombo, Netherland terpaksa kita pending, jadi kita masuk ke negara Asia itupun untuk ke Penang aja saya ngirim satu bulan baru sampai,” jelas Etty.
Diakui Etty karna sulam pita memiliki seni kreativitas yang tinggi sehingga terkadang imajinasi dalam pembuatan sulam pita yang menjadi kesulitannya. “Imajinasi untuk membuat bunga, walaupun ada di buku, online tapi untuk menerapkannya itu perlu keberanian menyediakan bahan-bahannya, pengaplikasian pitanya,” katanya.
Etty pun berharap hasil kerajinan tangannya tersebut bisa terkenal ke seluruh Sumatera Utara dan membuat sulam pita bisa berdampingan dengan kain ulos. Karena usaha sulam pita miliknya sudah didaftarkan di Dinas Koperasi dan Dinas Perdagangan. (Fahmi/Nof)
Load more