Kemudian, Marwan mengaku heran dengan surat penggeledahan yang dibawa petugas. Pasalnya, surat tersebut dibuat pada tanggal 2 Juli 2024, sementara MKS ditetapkan tersangka oleh Kejari Padangsidimpuan pada tanggal 3 Juli 2024.
“Gini loh, secara hukum untuk menggeledah itu harus ditemukan dua alat bukti bahwa dia melakukan suatu perbuatan. Tanggal 2 Juli 2024 itu, status si MKS belum diperiksa sebagai saksi, belum diperiksa sebagai tersangka. Karena berdasarkan surat perintah penetapan tersangka itu tanggal 3 Juli 2024. Pada saat dia ditangkap, dibawa ke kejaksaan kemudian dia diperiksa sebagai saksi, langsung kemudian ditingkatkan sebagai tersangka. Tanggal yang sama semua,” ujarnya sembari mengatakan kliennya tidak pernah dipanggil selama proses penyelidikan baik sebagai saksi.
Lebih lanjut, Marwan membeberkan bagaimana kronologis penangkapan terhadap kliennya tersebut. Kala itu, MKS dipanggil datang ke Kantor Wali Kota Padangsidimpuan untuk hadir ke ruangan Sekda Kota Padangsidimpuan. Namun, setelah 10 menit berada di ruang tunggu, MKS langsung ditangkap sebelum akhirnya dibawa ke kejaksaan.
“Setelah di kejaksaan, dia (MKS) langsung diperiksa sebagai saksi dan kemudian hari itu juga dijadikan tersangka. Artinya ketika dia ditangkap, dasar penangkapannya tidak ada. Berarti statusnya belum ada. Tapi dia sudah dibawa paksa atau ditangkap,” terangnya.
Ironisnya, sejak ditetapkan sebagai tersangka bahkan dilakukan penahanan yang telah berlangsung selama 13 hari, MKS tidak dapat dihubungi maupun dikunjungi pihak keluarga hingga kuasa hukumnya. “Pengacara sudah pernah menghadap Kalapas. Kalapas mengatakan, kami sudah diberikan arahan dari Kajari, bahwa kami tidak boleh memberikan izin besuk kalau tidak ada izin dari Kajari. Itu langsung dinyatakan oleh Kalapas sendiri,” urai Marwan.
Bahkan, kuasa hukum maupun keluarga tersangka telah berulang kali melayangkan permohonan kepada Kajari Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar membesuk tersangka. Namun, semua permohonan tersebut belum diindahkan hingga saat ini.
“Kita pengacara membuat permohonan itu secara tertulis dua kali, dan secara lisan satu kali, berarti sudah tiga kali. Sedangkan untuk keluarga sendiri sudah hampir 4 kali membuat permohonan. Tetapi semua tidak memberikan hasil. Artinya tidak diperbolehkan mengunjungi si MKS,” akunya.
Load more