“Kasus teradu terbanyak kedua penyelenggara pemilu, ungkap Muhammad Saihu lebih lanjut, adalah Aceh 62, Jawa Barat 38, Bengkulu 27 dan Jawa Tengah 20,” ungkap Muhammad Saihu.
Dari sisi pelanggaran, yang paling banyak jenis aduan itu adalah karena pelanggaran asas, yakni tidak profesional, tidak berkepastian hukum, tidak akuntabel dan tidak proporsional.
Kemudian jenis pelanggaran berikutnya adalah tahapan, seperti penyelenggara atau adhoc, pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu dan lainnya.
Muhammad Saihu mengatakan upaya DKPP untuk menurunkan angka pengaduan terhadap penyelenggara pemilu tersebut, di antaranya bersinergi dengan jurnalis dalam memberikan pemahaman atas etika dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
Kemudian, Saihu mengatakan jurnalis memberikan peran besar dan tingkat kepercayaan publik DKPP terus meningkat, dengan proses dilakukan DKPP terhadap penyelenggara pemilu, yang menggelar aturan dan kode etik.
“Tapi secara implisit, kegiatan yang dilakukan DKPP, terutama soal persidangan itu, kan dibaca juga oleh masyarakat, oh ternyata yang terjadi di DKPP seperti ini,” jelas Saihu.
Sementara itu, pada diskusi tersebut menghadirkan Herdensi Adnin sebagai narasumber. Mantan Ketua KPU Sumut itu menjelaskan DKPP sifatnya pasif, yakni bertugas melakukan pemeriksaan terkait dengan pengaduan terhadap penyelenggara pemilu baik KPU/Bawaslu dari pusat hingga daerah. (zul/nof)
Load more