Sudah Terlihat Cahaya Kemajuan Gorontalo
- Antara
Sunarsip mengatakan, setelah 25 tahun Provinsi Gorontalo hadir, ternyata struktur ekonomi Gorontalo tak banyak mengalami perubahan. Pertama, Gorontalo belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Kedua, ekonomi Gorontalo hanya mengandalkan konsumsi domestik, yaitu konsumsi rumah tangga dan mengandalkan APBD. Karena itu, Sunarsip meminta agar pemda di Gorontalo untuk mendorong investasi swasta dan mempercepat industrialisasi yang berbasis pada pertanian, perikanan, dan perkebunan. Menurutnya, Gorontalo harus lepas dari ekonomi ekstraktif menuju ke ekonomi industri.
Hal senada juga disampaikan Bambang Satya Permana. “Investasi harus menjadi motor pertumbuhan ekonomi dan industri pengolahan harus didorong dengan kuat,” katanya. Selain itu, katanya, pembangunan sumberdaya manusia dan penguatan program pendidikan harus menjadi prioritas. Ia juga menyarankan “3 Si”, yaitu transformasi, inovasi, dan kolaborasi.
Muhammad Amier Arham menyampaikan, APBD di Gorontalo terus meningkat namun angka kemiskinan justru lambat berkurang. Pada sisi lain, katanya, angka gini rasio terus meningkat, yang menunjukkan tingkat ketimpangan makin parah. Angka gini rasio Gorontalo pada 2002 adalah 0,265, sedangkan pada 2025 adalah 0,392. Arham juga menunjukkan grafik meningkatnya pangsa sektor pertanian dan menurunnya pangsa sektor industri. Hal ini menunjukkan proses deindustrialisasi di Gorontalo. Karena itu, ia meminta agar terjadi transformasi ekonomi dan hilirisasi komoditi.
Sebagai ilustrasi, ia menyampaikan bahwa jagung merupakan komoditi utama dan ekspor utama Gorontalo. Namun yang menikmati kuntungan jagung adalah pedagang dan eksportir. Dengan mendorong industri pengolahan, katanya, maka komoditi jagung akan dinikmati oleh lebih banyak orang.
Sun Biki, anggota DPRD Provinsi Gorontalo, menyatakan bahwa penyebab Gorontalo tak kunjung lepas dari provinsi termiskin karena elitenya tak bisa move on dan belum bisa menjadi rahmat bagi masyarakat Gorontalo. Menanggapi hal ini, Arham menyampaikan bahwa elite Gorontalo sangat rapuh dan saling menjatuhkan satu sama lain.
“Tidak pernah bersatu dan tidak pernah kompak,” katanya.
Ia juga menyarankan agar program pemerintah jangan mengikuti common sense dan harus teknokratis. Selain itu, katanya, harus meninggalkan ekonomi ekstraktif dan melakukan kebijakan afirmatif. Untuk itu, ia meminta agar ada perbaikan di sektor pendidikan. Ia menunjukkan data kemiskinan di Gorontalo sangat berkorelasi dengan Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan, khususnya APM SLTA dan APM pendidikan tinggi. Makin rendah APM, makin tinggi angka kemiskinan. Karena itu, ia menyarankan agar pemda memberikan beasiswa pendidikan, selain beasiswa dari pemerintah pusat.(chm)
Load more