Emak-Emak di Konawe Kepulauan Histeris Hadang Alat Berat Perusahaan Tambang Nikel

Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara - Tak ingin lahan mereka diterobos excavator milik PT Gema Kreasi Perdana (GKP), puluhan Emak-emak yang ada di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, menangis histeris saat menghadang alat berat tersebut. Salah seorang warga bernama Ratna mengatakan, pihak PT GKP rencananya akan membawa excavator melewati pembatas lahan. Mereka dikawal langsung aparat penegak hukum (APH) dari TNI-Polri. Warga pun terlihat mengusir aparat keamanan yang berjaga.

"Ini air sumber kehidupan kami, kalau itu alat dia mau lewat disini, nanti airnya tercemar sementara kita pakai untuk memenuhi kebutuhan hidup," bebernya, Selasa (2/3/2022).

Tak sampai di situ, saat perusahaan memaksa masuk, adu mulut antara emak-emak dan pihak PT GKP juga terjadi. Bahkan, beberapa dari mereka menangis histeris sembari menggulingkan diri di atas tanah.

Sementara itu, Dirkrimum Polda Sultra, Kombes Pol Bambang Wijanarko, saat dikonfirmasi membenarkan adanya aksi penolakan warga terhadap pihak PT GKP. Katanya, masalah itu hanya salah paham antara warga yang pro dan kontra ke perusahaan.

"Betul, menurut informasi di lapangan seperti itu, pihak pemerintah desa mendampingi pihak perusahaan untuk masuk ke lahan yang dikuasai masyarakat tanpa adanya alas hak yang benar, sehingga pemerintah desa berusaha menjelaskan kepada masyarakat terkait legalitas kepemilikan lahan tersebut," ujarnya.

Terkait adanya personel TNI-Polri bersenjata lengkap, Bambang enggan berkomentar. Dia mengaku tak punya kapasitas untuk mengomentari itu karna bukan anggotanya yang turun.

"Kalau untuk menjawab hal itu bukan kewenangan saya karna mereka bukan anggota saya langsung ya mas. Mungkin bisa ditanyakan kepada Kapolres atau Karo Ops," pungkasnya.

Untuk diketahui aksi protes emak-emak ini terjadi pada Selasa (1/3/2022) sore kemarin. Warga berjanji akan terus menjaga lahan kebunnya dan meminta kepada perusahaan untuk segera meninggalkan desa mereka. ( Erdika Mukdir/Ask)