Makassar, tvOnenews.com - Gabungan pengacara atau advokat alumni Fakultas Hukum Unhas menyuarakan pengusutan dugaan upaya pemerasan yang dilakukan oknum pimpinan KPK terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Mereka mendesak aparat hukum serius menangani dugaan pemerasan tersebut yang melibatkan oknum petinggi lembaga Anti Rasuah.
"Harus diusut tuntas ini, Jika dugaan ini terbukti benar maka oknum Pimpinan KPK harus dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Sebagai pimpinan di Lembaga Anti Rasuah seharusnya menjadi teladan bagi penyelenggara negara lainnya," ungkap Agus Amri, pengacara yang tergabung dalam daftar Advokat Pembela Hak Hak Hukum Syahrul Yasin Limpo, saat dihubungi tvOnenews.com.
"Jelas ini bukan hanya menyangkut pelanggaran etika tapi juga sudah tindak pidana berat dgn menyalahgunakan kewenangannya sbg penyelenggara negara di lembaga KPK," tambahnya.
"Apalagi jika level pimpinan itu harus diperberat hukumannya," tutup Agus.
Pendapat yang sama dikemukakan Muhammad Burhanuddin, Pengacara senior yang juga tergabung dalam daftar Pembela Hak Hak Hukum Syahrul Yasin Limpo. Burhanuddin menyebut kasus ini mencederai upaya penegakan hukum di negeri ini.
"Semoga dugaan ini tidak benar, kalau pun sampai ada proses pelaporan, sebagai praktisi hukum sangat menyayangkan dugaan terjadinya tindak pidana pemerasan oleh oknum aparat hukum karena telah mencederai upaya penegakan hukum di negeri ini apalagi di ranah tindak pidana korupsi karena secara etika baik penyelidik/penyidik maupun pimpinan KPK dilarang keras bertemu apalagi menjalin komunikasi dengan terlapor/tersangka tindak pidana korupsi.kalau faktanya telah terjadi pemerasan oleh oknum tertentu maka harus ditindak tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Muh. Burhanuddin, pengacara senior yang tercatat dalam daftar Advokat Pembela Hak Hak Hukum Syahrul Yasin Limpo.
"Untuk kasus Mentan SYL yang sementara dilakukan upaya penyidikan sejatinya harus bersandar pula pada asas praduga tak bersalah dan penyidikan disandarkan pada hukum acara pidana yang berlaku tanpa dipenuhi dengan sikap arogansi dan pembunuhan karakter terhadap terlapor/tersangka.Spirit penegakan hukum untuk kasus tindak pidana korupsi tetap harus dijaga marwahnya tetapi dalam pelaksanaannya jangan menabrak aturan2 yang sudah digariskan dalam ketentuan Hukum Acara," tutup Om Buur alias Muhammad Burhanuddin.
Kekhawatiran yang sama diungkap Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unhas, Prof Amir Ilyas. Secara detail, beliau mengungkap berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) tertanggal 21 Agustus 2023. Menurutnya kasus ini ibarat Pasal 12 huruf e VS Pasal 12 huruf e Undang Undang Tipikor.
"Berdasarkan sumber dari berbagai pemberitaan yang saya baca, adalah Ditreskrimsus Polda Metro Jaya yang menangani pelaporan penerimaan uang tersebut diduga adalah seorang pimpinan KPK berinisial F, surat perintah penyelidikannya bertanggal 21 Agustus 2023. Dugaan ini semakin menjadi bahan pemberitaan dengan munculnya isu Sprindik SYL, K, dan H, hanya ditandatangani oleh wakil ketua KPK, tanpa ditandatangani F. Ini ibarat Pasal 12 huruf e VS Pasal 12 huruf e UU Tipikor," urai Prof Amir Ilyas, SH MH, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unhas.
"Lagi-lagi dengan tanpa bermaksud mendahului wewenang KPK dan Kepolisian. Kita serahkan saja kasus tersebut untuk diproses oleh dua lembaga penegak hukum yang masing-masing memiliki kewenangan penyelidikan dan penyidikan untuk kasus-kasus korupsi," lanjutnya.
Load more