Buton Tengah, tvOnenews.com - Pengemudi alias Nahkoda kapal rakit (pincara) bernama Saharudin (50) menceritakan sejumlah peristiwa yang ia alami dibalik tenggelamnya kapal pincara di Perairan Desa Lagili, Kecamatan Mawasangka Timur, Kabupaten Buton Tengah (Buteng) yang terjadi pada Senin (24/7/2023), lalu.
Saharudin mengaku, ia mengemudikan pincara dan mengantar penumpang yang akan menyebrang lintas pulau sejak 4 tahun lalu. Pincara yang digunakan adalah milik pribadinya.
Sehari-hari, ia terus beroperasi jika ada penumpang yang akan menyebrang. Rata-rata, di siang hari saja. Jika darurat atau ada yang memboking di malah hari, ia pun menyanggupinya dan membantu warga sekitar sesuai dengan tarif yang ditentukan.
Setiap kali mengantar penumpang, tarif yang dikenakan Rp10 ribu sedangkan sepeda motor sebesar Rp25 ribu. Dari penghasilan itu, ia berhasil membiayai 3 anaknya yang sekolah dan keluarga lainnya.
Namun, nasib berkata lain. Saharudin harus menelan perasaan pahit dan mendekam dalam penjara usai pincara yang ia bawa mengalami kecelakaan dan karam di Perairan Lagili Buteng.
Tanpa berfikir panjang, sekitar pukul 19.00 Wita, Saharudin menyanggupinya dan mengantar 69 penumpang itu bergerak dari Desa Lagili menuju Desa Lakorua, Kecamatan Mawasangka Tengah. Tarif normalnya yang semula Rp10 ribu perorang pun berubah menjadi Rp5 ribu karena banyak penumpang itu.
Selanjutnya, perahu lepas landas. Walhasil, pincara sandar dengan selamat di desa yang dituju.
"Waktu perginya kita selamat. Banyak memang penumpang tapi saya sudah larang hanya saya dipaksa terus, tidak apa-apa katanya, jadi saya mengikut saja mi," ujar Saharudin saat ditanya awak media, Jumat (28/7).
Sekitar pukul 23.30 Wita, rombongan warga yang telah menyaksikan HUT Buteng itu kembali ke tepi pantai atau lokasi di mana perahu Saharudin sandar. Selanjutnya, meraka ingin diantarkan kembali ke Desa Lagili.
"Jadi, saya posisi ku di perahu. Saya menunggu mereka di sana," bebernya.
Saharudin sadar, perahunya over kapasitas. Namun, ia tak bisa meninggalkan mereka karena rombongan itu datang bersamaan apalagi saat melakukan pengantaran, semua berhasil selamat di tempat yang dituju. Perahu pun kembali lepas landas dari Dermaga Lakorua menuju Desa Lagili.
Jarak antara dua desa tersebut ditempuh sekitar 30 menit. Saat perahu berlayar, Saharudin sempat menghindari tali bagang yang melintang di jalur perahu. Pincara pun mengambil haluan lain agar bisa tetap beroperasi.
Akan tetapi, 20 menit usai berlayar, pincara tiba-tiba kemasukan air karena ada bagian body yang bocor. Saat itu, jarak pincara dan daratan tersisa puluhan meter lagi. Saat pincara perlahan-lahan akan tenggelam, Saharudin melihat seluruh penumpang yang panik dan saling tarik di perairan.
"Sebenarnya jarak jembatan tujuan itu sudah dekat, sekitar 20 meteran, hanya mereka yang panik. Orang baku tarik-tarik mi di situ, saya saja ditarik padahal sa sudah ingatkan supaya tenang dan berpegang di body," tambahnya.
Disela-sela kepanikan warga, Saharudin menyadari bahwa di perahu itu ada anaknya. Ia pun berteriak dan memanggil nama sang anak. Ternyata anaknya menyahut. Dengan cepat, ia pun langsung berenang mendekati suara anaknya lalu menyelamatkan sang anak lebih dulu ke daratan.
"Saya bawa dulu anak ku darat. Kemudian saya berenang pulang balik selamatkan yang lain yang bisa saya selamatkan," tambahnya.
Dalam kejadian ini, 15 orang meninggal dunia dan seluruh korban telah dimakamkan secara masal pada Selasa (25/7), sore.
Atas insiden yang menimpanya, Saharudin mengaku pasrah. Ia pun hanya bisa mengingat peristiwa tragis itu sembari menjalani hukuman yang ia hadapi. Atas kelalaiannya pula, Saharudin memohon maaf kepada keluarga besarnya dan seluruh keluarga korban yang telah meninggal dunia.
Kini dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dan disangkakan Pasal 302 ayat 1 dan 3 jo. Pasal 117 ayat 2 UU RI Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun penjara. (emr/mtr)
Load more