Pakar Sebut Kehadiran Prabowo di KTT BRICS Momentum Bangkitnya Diplomasi RI
- Antara
tvOnenews.com - Kehadiran Presiden RI Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Brasil pekan ini dinilai jadi momentum kebangkitan diplomasi Indonesia karena membuka akses investasi hingga diversifikasi mitra dagang.
Selain itu, lewat pertemuan itu, Indonesia bisa berperan sebagai kekuatan penyeimbang global yang saat ini terbagi jadi blok Barat dan Timur.
“Kehadiran Presiden Prabowo dalam pertemuan BRICS akan memberi makna strategis bagi kebangkitan diplomasi Indonesia. Peluang dan manfaatnya terbuka akses pendanaan alternatif, investasi, peluang kerja sama teknologi, hingga diversifikasi mitra dagang. Yang paling penting, Indonesia bisa memainkan peran sebagai kekuatan penyeimbang global di tengah pertarungan blok Barat dan Timur,” kata pakar ekonomi Didik J Rachbini dalam keterangannya, dikutip Selasa (8/7).
Menurut Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina itu, diplomasi Indonesia di organisasi antarnegara BRICS dan Global South merupakan praktik politik bebas aktif yang baik demi tetap eksis dan bertahan di dunia internasional.
Ia berpendapat KTT BRICS yang dihadiri 30 pemimpin negara dan pemimpin organisasi internasional jadi tanda bahwa BRICS bakal berperan dalam dunia internasional secara signifikan.
“Meskipun belum memiliki aliansi militer kuat, tetapi kekuatan ekonomi BRICS+ sangat besar dan signifikan,” kata Didik.
Bertalian dengan itu, lanjut Didik, situasi ekonomi global dan berbagai krisis global yang terjadi saat ini bisa jadi peluang bagi Indonesia memajukan ekonomi dalam negeri. Salah satunya dengan mengembangkan “industri hijau” di segala sektor.
“Karena upaya dan kebijakan ini akan mendapat dukungan dunia, pemerintah, maupun swasta. Ini sejalan dengan kebijakan industri kita dengan pengembangan tambang nikel, pabrik baterai EV, dan mengarah pada ekspor bernilai tinggi untuk menambah devisa dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi agar tidak jatuh di bawah 5 persen, tetapi naik perlahan menjadi 6 persen dan kemudian mendekati 7persen beberapa tahun mendatang,” tuturnya.
Pemerintah, kata Didik, jangan membiarkan industri pada saat ini hanya tumbuh 3-4 persen dan harus membuat kebijakan yang radikal. Peluang lainnya yaitu program dan kebijakan pangan dan energi berkelanjutan.
Load more