Banyuwangi, Jawa Timur - Industri pertambangan merupakan dunia kerja yang identik dengan karakter maskulin. Secara alamiah, pekerjaan dalam sektor itu lebih cocok untuk kaum laki-laki. Tidak hanya dihubungkan dengan gender, para pekerja tambang juga diasosiasikan sebagai bentuk pengambilan pekerjaan yang berisiko tinggi, kotor dan membahayakan, lagi-lagi yang lebih pas dengan karakter maskulin.
Di Indonesia sendiri, sampai saat ini memang sebagian besar kalangan masih mempunyai sudut pandang bahwa posisi operator alat berat pertambangan, seperti dump truck, merupakan pekerjaan yang identik dengan laki-laki karena memiliki risiko tinggi.
Namun, itu tidak berlaku bagi seorang perempuan asal Banyuwangi, Desynta Eka Fitriani. Perempuan berusia 23 tahun asal Dusun Rejoagung, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi ini, sudah dua tahun mengambil peran menjadi operator alat berat di perusahaan tambang emas PT Bumi Suksesindo (BSI).
Setiap harinya, milenial perempuan itu mengoperasikan articulated dump truck (ADT) 745 yang berguna untuk mengangkat ore dengan kapasitas 40 ton.
Untuk bisa mengoperasikan ADT 745 ini tidaklah semudah membalikkan tangan. Alumni SMAN 1 Pesanggaran ini bergabung menjadi karyawan melalui program Green Operator Training yang diadakan oleh operator tambang emas anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk. Green Operator Training merupakan program pelatihan kerja (on job training) bagi calon operator alat berat dan diperuntukkan bagi pemuda-pemudi sekitar perusahaan yang tentu tidak memiliki pengalaman sebagai operator sebelumnya.
Melalui seleksi yang cukup panjang dan ketat, Desynta menjadi salah satu dari 6 peserta yang mampu menyingkirkan ratusan pendaftar.
“Ingin mencoba hal baru karena perempuan juga bisa berlatih mengoperasikan alat berat dan menjadi operator yang kompeten,” ujar Desynta kepada wartawan, Kamis (10/11).
Perempuan yang berprofesi sebagai penari tradisional ini membeberkan kalau ia dan lima teman lainnya mengikuti program pelatihan selama enam bulan. Tentu saja banyak materi pelatihan yang harus benar-benar dikuasai oleh peserta Green Mining Operator untuk lulus menjadi karyawan tetap.
Meski awalnya, para green operator ini harus didampingi instruktur saat mengoperasikan ADT, namun Desynta merasa nyaman bekerja di lingkungan tambang. Tidak ada diskriminasi dari rekan kerja khususnya para operator senior yang semuanya didominasi oleh laki-laki.
“Mereka membantu saya jika sedang mengalami kesulitan dalam hal pekerjaan,” tuturnya.
Selain Desynta, ada perempuan hebat lainnya bernama Ella Dwi Safitri yang menjadi green operator. Perempuan berusia 27 tahun ini juga merasakan hal yang sama. Sejak menjadi operator, Ella merasa keterampilan dan pengetahuannya tentang dunia tambang terus bertambah. Wawasannya semakin terbuka karena bisa bersosialisasi dengan banyak orang dari berbagai suku.
“Walaupun satu grup hanya ada satu perempuan, mereka bisa menciptakan suasana kerja yang sangat hangat penuh kekeluargaan,” katanya.
Selain menambah wawasan dan pengalaman kerja, Desynta maupun Ella mengakui kalau mereka mengikuti program Green Operator Training karena bisa membantu perekonomian keluarga. Mereka bangga karena bisa mematahkan stigma kalau perempuan tidak bisa mengoperasikan alat berat berukuran raksasa. (hoa/hen)
Load more