Banyuwangi, Jawa Timur – Pandemi membuat berbagai sektor ekonomi melemah. Namun, kondisi ini tak berlaku bagi kerajinan Karimba buatan Banyuwangi. Meski pandemi, permintaan alat musik khas Afrika ini tetap saja normal. Bahkan, perajin kewalahan melayani permintaan ekspor.
Permintaan kerajinan Karimba justru bergeliat naik seiring landainya kasus pandemi dunia. Terutama, permintaan berbagai artshop di Bali.
“Selama dua tahun pandemi, tidak ada penurunan ekspor Karimba. Permintaan tetap normal. Berapa pun dibeli oleh eskportir,” kata Supriyanto (60), perajin Karimba asal Dusun Bolot, Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi.
Selain Karimba, permintaan alat musik lainnya juga tetap normal. Seperti, Durido, bok drum dan marakas. Khusus Karimba, Supriyanto, memanfaatkan limbah batok kelapa sebagai bahan baku. Sehingga, bentuknya unik.
“Ini yang paling disukai Afrika. Bahan batok kelapa suaranya lebih nyaring,” jelasnya.
Selain Afrika, alat musik Karimba diekspor ke Turki, Jamaika dan Perancis. Setiap hari, pihaknya bisa memproduksi hingga 400 biji Karimba. “Kalau produksi menyesuaikan pesanan. Tergantung pasokan bahan baku juga,” katanya.
Berawal dari coba-coba, Supriyanto sukses mengembangkan kerajinan Karimba ini. Usaha ini dirintis mulai tahun 2006.
“Awalnya, saya dulu jadi buruh petik padi di Bali. Kemudian, tertarik membuat Karimba setelah melihat di artshop,”kenangnya.
Ternyata, produk Karimba yang dibuatnya disukai pasar. Bahkan, pengiriman langsung ke pembeli di Afrika. (Happy Oktavia/rey)
Load more