Tidak Digaji dan Nasib Tidak Jelas, Ribuan Honorer Pemkab Gruduk DPRD Jember
- tvOne - sinto sofian
Jember, tvOnenews.com - Ribuan pegawai non Aparatur Sipil Negara (non-ASN) mendatangi komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember, Senin (10/2).
Mereka menyampaikan aspirasinya, mengenai honor di tahun 2025 tidak cair. Para pegawai non-ASN itu juga merasa statusnya masih tidak jelas.
“Audiensi ini untuk membahas masalah tidak cairnya honor bagi tenaga non-ASN karena tidak ada regulasi yang menaungi," kata Arjun Sutrisno Wibowo, Koordinator Honorer.
Lebih lanjut kata Arjun, sebanyak 11.000 tenaga honorer Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember. Mereka semua masih belum menerima honor di tahun anggaran 2025. Saat ini, mereka hanya bisa menunggu untuk mendapatkan SK PPPK penuh waktu dan PPPK paruh waktu.
“Dari 11 ribuan orang, kemarin yang lolos PPPK paruh waktu sebanyak 2.000 dan yang masuk data BKN sebanyak 7.000. Sisanya masih menunggu SK pengangkatan PPPK paruh waktu,” ujar Arjun.
Menurutnya, para pegawai non-ASN itu terdampak pemberlakuan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam pasal 66 UU tersebut, disebutkan bahwa pegawan non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024.
Sejak UU ini mulai diberlakukan, instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya sebagai pegawai ASN.
Meskipun demikian, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember tidak merumahkan pegawai non-ASN ini.
"Karena tidak bisa menggaji, Pemkab tidak mewajibkan honorer untuk bekerja tetapi harus tetap mengisi absen, agar pekerjaan mereka tidak terputus," jelas Arjun.
Ketua Komisi A DPRD Jember, Budi Wicaksono menyampaikan bahwa ia akan mengajak perwakilan honorer untuk beraudiensi dengan MenPAN-RB dan BKN pada 19 Februari 2025 nanti.
"Untuk mencari solusi terbaiknya, minimal tenaga Non-ASN yang sudah masuk data BKN bisa terakomodir semua (jadi pegawai negeri), jangan bertahap," jelasnya.
Bagi honorer yang sudah kadung dirumahkan, Budi meminta untuk menunggu hasil koordinasi BKPSDM Pemkab Jember bersama MenPAN-RB.
Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendesak DPRD Jember segera membentuk panitia khusus (pansus) terkait kemacetan gaji honorer. PKB menilai kebijakan ini bisa membuat Jember semakin kacau.
Ketua DPC PKB Jember, Ayub Junaidi, menyoroti kebijakan pemerintah daerah yang merumahkan tenaga honorer sejak Januari 2025. Menurutnya, hal ini menjadi masalah besar yang berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan.
"Aturan soal honorer ini sudah ada sejak 2023, dan pemerintah daerah diberi waktu sampai Desember 2024. Kenapa beberapa daerah bisa menyelesaikan masalah ini, tapi Jember justru bermasalah?," tegas Ayub.
Ia membandingkan Jember dengan daerah lain seperti Yogyakarta dan Surabaya. Menurutnya, pemerintah daerah di sana lebih siap dan mampu mencari solusi agar pegawai non-ASN tetap lancar dan bekerja.
"Jogja dan Surabaya menggunakan skema belanja jasa untuk membiayai pegawai non-ASN. Ini bukti bahwa ada cara yang bisa ditempuh jika pemerintah daerah mau serius," katanya.
Ia menilai permasalahan ini seharusnya tidak terjadi jika pemerintah Jember sudah mengantisipasinya sejak pembahasan APBD 2025 tahun lalu. Ayub menuding pemkab lalai dalam menyusun perencanaan anggaran.
"Jika Kesalahan utama ada pada penyusunan database pegawai. Pemerintah daerah tidak bisa lepas tangan. Bahkan untuk berkirim surat ke pusat pun. Ini jelas bentuk kelalaian," ujarnya.
Meski begitu, Ayub menegaskan bahwa PKB tidak hanya menyalahkan pemerintah, tetapi juga mencari solusi konkret agar para honorer yang dirumahkan mendapatkan kepastian.
"Kami mendesak pembentukan pansus secepatnya untuk mengungkap akar masalah ini. Dengan begitu, bisa ditemukan solusi yang tepat," tegasnya.
Menurutnya, anggaran bisa disesuaikan dengan belanja jasa sehingga pegawai non-ASN tetap bisa bekerja. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah daerah sejak awal.
"Seharusnya pemerintah daerah lebih bijak dalam penganggaran. Jika aturan melarang pengangkatan honorer, seharusnya sejak awal mereka mencari solusi lain. Tapi faktanya, mereka diam saja," katanya.
Ia juga meminta pemerintah daerah untuk meminta maaf kepada para honorer. Menurutnya, kelalaian dalam penganggaran ini telah merugikan banyak pihak, terutama pegawai yang kehilangan pekerjaan.
"Kesalahan ini jelas ada di pemerintah daerah. Kalau sejak awal mereka mengantisipasi, masalah ini tidak akan terjadi. Sekarang tinggal bagaimana mereka bertanggung jawab," pungkasnya. (sss/gol)
Load more