Probolinggo, Jawa Timur – Akibat mahalnya harga kedelai di pasaran dalam tiga pekan terakhir ini, membuat sejumlah pemilik pabrik tahu rumahan di Kabupaten Probolinggo mengeluh, bahkan terancam gulung tikar.
Terpantau harga kedelai saat ini masih tinggi, dari harga sebelumnya Rp7500 per kilogram naik menjadi Rp11500 per kilogram (1/2). Agar tetap bisa bertahan, para produsen harus mengubah ukuran tahu dan tempe miliknya.
Jumiati, salah satu produsen tahu di Kotaanyar, Probolinggo mengatakan, kenaikan harga kedelai tidak hanya dikeluhkan oleh para pembeli di pasar tradisional dan pembeli rumahan saja.
“Jika sebelumnya kami hanya mengecilkan ukuran tahu dan menetapkan harga jual biar pelanggan tidak lari, tapi untuk saat ini siasat itu sepertinya sudah tidak berlaku lagi bagi pembeli,” terang Jumiati.
Lanjutnya, pembeli atau pelanggan yang biasa beli tahu kini beralih ke telor dan ikan laut. Jika kondisi ini terus berlarut, maka produksi tahunya akan terhenti atau sementara akan gulung tikar.
“Pemicunya dari harga kedelai yang masih mahal, sedangkan pembeli tak mau ukuran tahu atau tempe diperkecil,” tambahnya.
Sementara itu, hal serupa juga dikeluhkan oleh para pedagang tempe di pasar tradisional Kotaanyar, Probolinggo. Salah satunya Sarofah yang menyampaikan kini omset jualannya menurun, sejak harga kedelai naik dan ukuran tahu tempe diperkecil.
“Jualan tempe di pasar sudah tidak seperti sebelumnya. Sekarang pembeli sepi, banyak yang beralih ke telor dan ikan laut, padahal ukuran tempe tidak terlalu diperkecil. Kadang saya kembalikan tempe ini ke pabriknya kalau tidak laku,” kata Sarofah.
Lilis, seorang pelanggan tahu dan tempe di pasar tradisional Kotaanyar menyebut bahwa ukuran tempe dan tahu apabila diperkecil, baginya kurang memuaskan.
“Mending beli telur ayam horn atau ikan laut saja karena selisihnya cuma sedikit. Kedelai mahal bikin pelanggan resah dan produsen tahu tempe pasti kewalahan,” ungkap Lilis. (Syahwan/hen)
Load more