Lumajang, tvOnenews.com – Demi menjaga tradisi leluhur setiap memasuki bulan Muharam atau Suro dalam kalender Jawa, warga Desa Tambahrejo, Kecamatan Candipuro, Lumajang, menggelar tradisi Ojong, yang ditempatkan di tengah lapangan desa setempat, Rabu (10/7).
Tradisi Ojong merupakan salah satu tradisi yang dapat dijumpai pada masyarakat Pandhalungan. Ojong sendiri tersebar di beberapa desa di Kabupaten Lumajang. Dulunya, tradisi Ojong dilakukan sebagai ritual meminta hujan. Namun seiring dengan perkembangan jaman, saat ini Ojong menjadi salah satu agenda pada pelaksanaan sedekah desa.
Menurut Kepala Desa Tambahrejo, Supiadi tradisi Ojong ini merupakan tradisi warisan nenek moyang, yang terus dilestarikan hingga saat ini. Bukan hanya sekedar ritual, tradisi Ojong ini juga menjadi sarana berkumpulnya warga desa sehingga tali silaturahmi tetap terjaga.
“Tradisi Ojong ini memang menjadi kegiatan rutin setiap tahun di bulan suro dan merupakan rangkaian dari kegiatan selamatan desa. Ini sebagai upaya pelestarian warisan tradisi nenek moyang agar tidak punah dimakan zaman. Disamping itu, kegiatan ini juga jadi sarana mempererat tali silahturahmi warga,”kata Supiadi kepada tvOnenews.com, Rabu (10/7).
Pantauan tvOnenews.com di lokasi, jumlah peserta dalam kegiaan tradisi Ojung ini terlihat cukup banyak. Selain warga desa setempat, beberapa peserta yang hadir juga berasal dari beberapa tetangga desa.
“Untuk peserta memang cukup banyak. Selain warga setempat, memang yang hadir juga banyak yang berasal dari beberapa desa tetangga. Tentunya mereka merupakan anggota komunitas Ojong selama ini, namun juga banyak pendatang barunya,” imbuhnya.
Supiadi berharap, dengan diselenggarakan rangkaian selamatan desa yang salah satunya digelar tradisi Ojong, desa yang dipimpinnya akan semakin makmur, sumber mata air terus mengalir, hasil panen melimpah dan dijauhkan dari segala bentuk bencana.
“Harapan kami dan masyarakat, semoga kedepan desa kami semakin makmur dan maju serta jauh dari segala bentuk musibah dan bencana,” ungkapnya.
Uniknya, tidak hanya dari kalangan lansia, tradisi Ojong ini juga banyak diminati oleh kalangan remaja. Terbukti, sejak kegiatan ini dimulai, sejumlah pasangan peserta Ojong nampak mengantri menunggu panggilan.
Aturan dalam permainan Ojong ini juga cukup sederhana. Peserta yang sudah ditunjuk akan adu ketangkasan menyabetkan sebatang rotan secara bergantian.
“Lawan harus sepadan baik dari kriteria usia maupun jam terbangnya. Jadi pemula ya lawan pemula. Untuk masing-masing pukul juga tergantung kesepakatan pelandang (wasit). Biasanya masing-masing 5 kali dan kadang kala sampai 10 kali sabetan secara bergantian,” terang Sumanto, salah satu peserta Ojong.
Sumanto mengakui, meskipun harus terluka, para peserta tidak boleh emosi namun justru terlihat menikmati permainan. Bahkan, para peserta juga masih menari – nari mengikuti alunan musik tradisional, sehingga membuat penonton menjadi terhibur.
Dalam tradisi Ojung ini, selain keberanian juga dibutuhkan kelincahan saat menyabetkan rotan maupun menghindari sabetan lawan. Dalam satu kali pertandingan, masing-masing peserta diberikan jatah 5 hingga 10 kali sabetan sesuai aturan yang telah disepakati. Mereka yang paling banyak menggoreskan luka di punggung lawan, dianggap sebagai pemenang.
“Tidak ada persiapan khusus. Modalnya cuma keberanian dan kelincahan,” jelasnya.
Sumanto juga mengatakan, dia sangat menikmati permainan itu. Dia mengaku bangga ketika bisa memenangkan pertandingan. Banyak luka di tubuh gara-gara sabetan rotan dianggap hal yang lumrah.
"Ini biasa, Mas. Sakit sih iya, tapi nanti juga sembuh," pungkasnya. (wso/gol)
Load more