Surabaya, tvOnenews.com – Kawasan Surabaya utara menyimpan sejuta sejarah masuknya Islam di Nusantara khususnya di tanah Jawa. Salah satunya Masjid Sunan Ampel yang merupakan peninggalan sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa. Masjid yang dibangun oleh Sunan Ampel atau Raden Mohammad Ali Rahmatullah, adalah masjid tertua di Jawa Timur.
Sunan Ampel atau yang biasa dipanggil sebagai Raden Rachmat, lahir di Champa, Kamboja pada 1401. Sejak usia 20 tahun, beliau sudah dipercaya oleh ayahnya, Raja Brawijaya, untuk menyebarkan agama Islam di Surabaya.
Menjadi salah satu wali songo, Sunan Ampel tentu saja terkenal dengan berbagai ajaran mengenai Islam yang begitu bermanfaat bagi masyarakat. Di Surabaya, peninggalan yang paling terkenal adalah Masjid Ampel Surabaya.
Masjid Ampel resmi dibuka di tahun 1421. Hingga sekarang, masjid ini berusia kurang lebih 600 tahun. Masjid ini tidak hanya didirikan oleh Sunan Ampel, tetapi juga dibantu oleh 2 sahabatnya, yaitu Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji.
Pembangunan Masjid hibah dari raja Brawijaya dijelaskan Mustajab (82), abdi dalem Masjid Sunan Ampel. Masjid Ampel Surabaya dibangun di atas lahan seluas lebih dari 1.300 meter persegi yang dipinjamkan oleh Raja Brawijaya.
Panjang dan luas bangunan adalah 120 meter dan 11 meter. Desainnya sangat sederhana dengan bahan bangunan berupa kayu jati dan hingga saat ini tetap bertahan seperti itu, meski diperlebar oleh pemerintah setempat.
Masjid ini memiliki 16 tiang penyangga yang begitu kokoh. Tiang ini terbuat dari kayu jati dengan diameter 60 cm dan tinggi 17 meter. Terdapat 5 gapura kuno dengan ukiran ornamen yang cantik. Gapura ini melambangkan rukun Islam.
“Susunan tiga atap ditopang oleh empat pilar utama yang terbuat dari kayu jati, masing-masing berukuran 17 x 0,4 x 0,4 meter tanpa sambungan. Secara keseluruhan, tiang di dalam Masjid Sunan Ampel berjumlah 16 dengan ketinggian yang sama, 17 meter. Angka 17 menunjukkan jumlah rakaat salat dalam sehari. Yakni, dua empat, empat, tiga empat. Itu adalah rakaat sholat lima waktu,” kata Mustajab.
Lebih lanjut Mustajab menceritakan, di zaman itu belum ada masjid yang berdiri, untuk membuat pintu masjid, Sunan Ampel meniru konsep Gereja Protestan Katolik Roma.
“Selain pintu, tiangnya juga meniru model gereja. Namun dari situlah justru membuat orang-orang katolik mengikuti ajaran Sunan Ampel hingga memeluk agama Islam,” cerita Mustajab.
Di bagian belakang masjid, terdapat makam Sunan Ampel beserta santri-santrinya. Makam Sunan Ampel terdapat gapura yang pada bagian atasnya memiliki hiasan berupa motif bunga dan suluran. Pada dinding gapura sisi belakang terdapat hiasan medali dan bintang segi delapan.
Kompleks makam ini dilindungi oleh tembok keliling yang tebal dan kuat tetapi tanpa atap, jadi selalu kepanasan di siang hari dan kehujanan bila musimnya tiba. Makam Sunan Ampel yang tergolong sederhana berada terpisah dari makam lainnya dengan pembatas pagar teralis dari besi.
Mustajab juga menyampaikan, jika Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, memiliki sumur air zam-zam yang berkhasiat dan tak pernah kering sampai saat ini. Masjid Sunan Ampel juga memiliki sumur tua yang juga tak pernah kering.
Setiap hari, peziarah yang datang selalu meminum air tersebut. Namun berjalannya waktu, sumur yang ada di dalam masjid akhirnya ditutup dan untuk mengambil airnya, sudah menggunakan pompa yang dialirkan langsung ke tempat penampungan.
“Jadi sekarang siapa pun yang mau ambil air tinggal buka kran. Kalau dulu harus nimba dan airnya itu sampai sekarang tidak pernah habis,” tambahnya.
Hingga saat ini air Masjid Ampel menjadi mitos tersendiri karena hampir seluruh air sumur di Surabaya utara adalah air payau atau mengandung garam, dan hanya sumber mata air Masjid Ampel saja yang tawar. Bahkan telah diukur tingkat kegaramannya oleh tim dinas perairan Kota Surabaya.
“Sumber mata air ampel ini ada di pojok timur masjid kami menyebutnya blumbang, disitu diyakini dulu bahwa dari sumber air blumbang tersebut bertemu dengan sumber air zam zam di mekkah,” tandasnya. (zaz/gol)
Load more