Ulama NU Kumpul Hasilkan 9 Pedoman Politik, Boleh Beda Aspirasi Tapi Harus Tawadhu
- ANTARA
Kedelapan, perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan NU.
Kesembilan, bahwa berpolitik bagi NU menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.
8 Rekomendasi
Selain menghasilkan sembilan pedoman politik, halakah NU Se-Madura itu menyampaikan delapan rekomendasi.
Pertama, negara dan bangsa lahir melalui Ijtihad Ulama Nahdlatul Ulama.
Kedua, tentang definisi negara-bangsa. Negara ini didirikan bukan berdasarkan agama jadi tidak ada kewajiban mendirikan negara Islam.
Ketiga, Nahdlatul Ulama lebih mendukung berdirinya bangsa dan negara dengan mengacu kepada banyak kasus yang ada pada saat sebelum kemerdekaan Indonesia antara lain lahirnya resolusi jihad dan penerimaan Pancasila sebagai asas Tunggal negara.
Keempat, dalam bidang sosial politik, warga NU hendaknya lebih mengutamakan nilai-nilai persatuan dan perdamaian dari pada sekedar perebutan kekuasaan.
Kelima, warga NU harus peka terhadap setiap potensi perpecahan antar bangsa,. Perpecahan itu harus dilawan karena perpecahan bisa muncul kapan saja seiring perkembangan zaman.
Keenam, pesantren adalah lembaga yang mampu mengkomunikasikan Islam damai di Indonesia. Selain itu, pesantren bisa mengembangkan peradaban manusia di Indonesia
Ketujuh, dalam hal politik, warga NU wajib berpedoman kepada 9 pedoman politik NU yang dihasilkan pada Muktamar ke-28 NU tahun 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta:
Kedelapan, pentingnya pendistribusian kader NU sesuai dengan kebutuhan di semua lini.
Hadir dalam acara tersebut seluruh ketua PCNU se-Madura beserta pengurus harian, dan 3 narasumber yakni KH. Miftah Fakih selaku Ketua PBNU, KH. Hodri Arif selaku Ketua Rabithah Ma'ahid Al Islamy PBNU dan Prof. Dr. KH. Abd A'la Basyir, pengasuh pondok pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep. (ant/ito)
Load more