Mula-mula bahan dari bambu utuh yang berukuran panjang 6,5 meter (650 sentimeter) dengan diameter 8-10 sentimeter dibelah menjadi 7-8 bagian dengan lebar 2-3 sentimeter. Kemudian bambu dibelah lagi tipis–tipis dengan tebal 1-1,5 milimeter atau biasanya satu bagian di belah lagi menjadi lima bagian tipis.
Lalu bambu dengan panjang 650 sentimeter dipotong sepanjang 180 sentimeter untuk alas, sisanya untuk anyaman dinding keranjang. Setelah bambu menjadi tipis-tipis, kemudian dirangkai dengan cetakan yang bernama ‘jabel’ dengan diameter lebar atas 50 sentimeter, diameter bawah 40 sentimeter dan tinggi 45 sentimeter.
Dengan dibantu cetakan (jabel) tadi, para perajin mulai merajut dan merangkai satu persatu lembaran tipis dari bambu tersebut sedemikian rupa hingga menjadi keranjang dobong’ ikan yang selama ini dibutuhkan oleh petani tambak saat panen, maupun oleh para nelayan untuk mengangkut hasil ikan tangkapan.
Sidik, perangkat Desa Panjunan yang menjabat sebagai Kaur Umum mengaku, selesai menjalankan tugas melayani masyarakat, pada malam hari dirinya juga merajut dan merangkai bambu-bambu tersebut menjadi sebuah ‘dobong’ keranjang ikan.
"Semua warga di sini (Desa Panjunan) melakukan pekerjaan tersebut. Bahkan saya sendiri dan semua remaja disini mulai seusia SMP, sudah belajar sehingga rata-rata mereka sudah menguasai dengan baik (mahir) dalam membuat ‘dobong’ keranjang ikan tadi,” jelasnya.
Saking lihainya, dalam satu hari masing-masing satu kepala keluarga bisa menghasilkan 20 biji ‘dobong’ keranjang ikan.
"Tinggal mengalihkan saja, jika yang aktif 130 KK saja maka satu hari akan dihasilkan 2600 biji ‘dobong’ keranjang,” imbuhnya.
Load more