Denpasar, tvOnenews.com - Tiga perempuan yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Uganda dan Rusia ditangkap oleh petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, Bali. Ketiga WNA tersebut, dua di antaranya berasal dari Uganda dengan inisial RKN dan FN, serta satu WNA Rusia berinisial IT, diduga terlibat dalam praktik prostitusi di Pulau Bali.
“Mereka terbukti melakukan pekerjaan seks komersial di Bali,” kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, saat konferensi pers di Kantor Imigrasi Denpasar, Selasa (27/8).
Penangkapan para warga asing ini berawal dari operasi yang dilakukan oleh Tim Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Sebanyak enam orang petugas berangkat dari kantor pada Kamis (21/8) sekitar pukul 13.00 WITA menuju sebuah hotel di Kota Denpasar, untuk mengumpulkan informasi terkait dugaan penyalahgunaan izin tinggal oleh WNA yang bekerja sebagai PSK di Bali. Hasilnya, ketiga WNA tersebut berhasil ditangkap.
Dua WNA asal Uganda masuk ke Indonesia dengan menggunakan visa Izin Tinggal Kunjungan (ITK). RKN masuk melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 9 Juli 2024, dengan ITK yang berlaku hingga 6 September 2024. Sementara FN masuk pada 29 Juli 2024, dan ITK-nya berlaku hingga 26 September 2024. Adapun WNA Rusia masuk dengan Visa On Arrival (VoA) pada 28 Juli 2024, yang berlaku hingga 25 Agustus 2024.
Ketiga WNA ini menawarkan jasa mereka dengan tarif 400 USD atau sekitar Rp 6 juta per jam, dan melayani pelanggan baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun WNA.
“Mereka berkegiatan sebagai PSK tentu saja tidak bisa dibatasi, bisa orang Indonesia bisa saja orang asing,” jelas Pramella.
Kepala Kantor Imigrasi Denpasar, Ridha Sah Putra, mengungkapkan bahwa ketiga WNA tersebut menawarkan jasa mereka melalui media sosial, dan petugas menemukan beberapa link yang menjadi platform pemasaran mereka.
“Kami menemukan beberapa link yang menampilkan wanita dari berbagai negara. Link ini sepertinya dikelola secara internasional. Dari hasil pengamatan, beberapa petugas kami melakukan penyamaran dan mendapati bahwa tarif mereka adalah 400 USD per jam,” jelas Ridha.
Selain itu, salah satu WNA asal Uganda tidak dapat menunjukkan dokumen paspor. Pihak imigrasi masih mendalami seberapa banyak pelanggan yang mereka layani dalam sehari.
“Walaupun mereka berasal dari negara yang sama, mereka baru saling mengenal di Bali. WNA Uganda dan Rusia tidak saling mengenal. Kami juga sedang menyelidiki apakah ada jaringan internasional yang terlibat di Bali,” ungkapnya.
Ridha juga menjelaskan bahwa saat ini para WNA tersebut hanya terlibat dalam pekerjaan PSK di Bali. Namun, pihaknya masih mendalami kemungkinan mereka terlibat dalam pembuatan konten pornografi.
Dalam penangkapan tersebut, petugas juga menemukan alat kontrasepsi, pakaian dalam, dan uang sebesar 200 USD yang diduga digunakan sebagai alat pembayaran untuk jasa PSK. Uang tersebut diketahui merupakan milik informan yang memesan jasa PSK melalui situs online sebagai bagian dari operasi penangkapan.
“Saat ini kami menemukan bahwa mereka hanya bekerja sebagai PSK, tidak ada indikasi keterlibatan dalam pembuatan konten pornografi. Mereka berkomunikasi menggunakan WhatsApp dengan nomor luar negeri,” tambahnya.
Terkait dengan para mucikari yang terlibat, pihak imigrasi masih terus melakukan penyelidikan. Ketika selesai melayani pelanggan, mereka langsung menerima pembayaran sebesar 400 USD.
“Kami masih menyelidiki peran mucikari. Mereka sendiri yang meminta biaya 400 USD dan langsung menerimanya. Umur mereka berkisar antara 25 hingga 30 tahun,” jelasnya.
“Kami juga menemukan bahwa mereka mempromosikan jasa mereka melalui website, di mana nomor WhatsApp mereka dicantumkan dan pelanggan dapat menghubungi langsung,” tutup Ridha.
Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar akan mengambil tindakan administratif keimigrasian terhadap ketiga WNA tersebut, berupa deportasi dan penangkalan, sesuai dengan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Langkah ini diambil sebagai bentuk komitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum di Bali.
“Keberhasilan operasi ini semakin memperkuat komitmen kami untuk terus melakukan pengawasan ketat terhadap keberadaan WNA di Bali. Kami akan memanfaatkan teknologi dan media sosial dalam pengawasan untuk memastikan bahwa hanya WNA yang berkontribusi positif bagi masyarakat yang diperbolehkan tinggal di Indonesia,” ujar Ridha. (awt/gol)
Load more