Ia menyebutkan, jumlah vila di Bali juga tidak valid dan menurutnya ada ketidaksesuaian data jumlah vila antara Dinas Pariwisata, Dinas Perizinan dan Pajak di Bali.
"Saya pernah mendata, di Dinas Pariwisata datanya beda dengan Dinas Perizinan. Di (dinas) perizinan beda dengan Dinas Pendapatan. Itu yang terjadi maka dari ini sinkronisasi harus ada, dan datanya harus valid. Upayakan kita harus punya data base itu harus dikaji ulang, makanya antara pemerintah dan industri dan masyarakat juga harus berkolaborasi," ujarnya.
"Datanya memang bisa langsung dicek pasti beda. Waktu 2015 saya mendata, kemudian dapat perbedaan kemudian terjun ke lapangan justru jauh lebih itu," jelasnya.
Sementara, vila Ilegal ini baru akan diterbitkan saat ini oleh Gubernur Bali karena menurutnya pariwisata Bali sudah lama tidak terarah.
"Karena sudah terlalu lama pariwisata Bali tidak terarah. Sekarang dengan visi Gubernur Bali khususnya di bidang pariwisata itu, jadi harus kita lakukan dan ini momen yang baik," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga membenarkan ada beberapa Warna Negara Asing (WNA) atau investor asing yang meminjam nama warga lokal atau nomine untuk membangun vila ilegal di Bali.
"Nomine karena mereka tidak bisa hak milik, mereka melakukan nomine. Misalnya WNA ingin beli rumah di sini pakai nomine atau dia menikah dengan orang lokal," ujarnya.
Kedepannya, pihaknya berharap tim Satuan Tugas (Satgas) yang sudah dibentuk Pemerintah Provinsi Bali bisa menertibkan keberadaan vila dan homestay ilegal.
Load more