Manggarai, tvOnenews.com - Bisa kuliah di kampus negeri merupakan impian terbesar bagi lulusan SMA, SMK dan Madrasah di Manggarai. Namun, impian itu terputus bagi anak-anak lulusan dari SMA Negeri 1 Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal itu dikarenakan SMA Negeri 1 Langke Rembong tak terakreditasi.
“Kecewa berat ini pak, sekolah kami jatuh karena masalah akreditasi. Padahal kalau melihat nilai rapor dalam kelas saya masuk 10 besar, artinya jatah untuk SNBP saya bisa masuk perguruan tinggi negeri. Kepala sekolah sudah umumkan dan kami semua sangat kecewa,” ujar seorang siswa kelas III SMAN 1 Langke Rembong yang tak ingin disebutkan namanya kepada tvOnenews.com, Rabu (8/2/2023).
Tak hanya itu saja, dalam keluhannya ia juga mengatakan dirinya merupakan anak dari keluarga yang ekenominya lemah. Maka, untuk berkiinginan berkuliah di swasta pun begitu was-was, karena takut tak mampu membayar uang kuliah.
“Dulu waktu lulus tes masuk SMANSA di otak saya hanya perguruan tinggi negeri karena ada keluarga saya yang tamat dari sekolah ini masuk Undana (Universitas Nusa Cendana Kupang) hanya berdasarkan urutan nilai rapor. Tapi sekarang dengan kuota 5% saja jelas saya terlempar. Mungkin saya tidak bisa kuliah tahun ini, karena kalau di swasta, biaya kuliahnya mahal-mahal pak,” tuturnya.
Untuk diketahui sebelumnya, tahun 2023 ini pemerintah telah membuka Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) dan Seleksi Mandiri PTN.
Dari ketiga jenis tes yang ada, SNBP merupakan yang paling diincar karena kuota yang disiapkan PTN sebesar 40% cukup mengandalkan nilai rapor.
Hal ini tentu membuat siswa-siswi di sekolah sumringah menyambut SNBP, namun calon lulusan di SMA Negeri 1 Langke Rembong Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur hanya bisa gigit jari.
Hal itu lantaran, peluang lulus masuk PTN dari jalur SNBP dibuat ambyar setelah sekolah mereka terkena automasi atau tanpa status akreditasi.
Padahal, bertahun-tahun sekolah tersebut mendapat Akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional (BAN).
Imbasnya, sekolah negeri yang dikenal cukup bergengsi di NTT ini hanya mendapat kuota terendah dari jalur SNBP hanya 5% atau 18 orang saja dari total 316 siswa siswi yang bakal tamat tahun ini.
Berbeda dengan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun-tahun sebelumnya, di mana SMAN 1 Langke Rembong mendapat alokasi 40% jatah tetap sekolah Akreditas A.
- Kepala Sekolah Berkilah Akibat Pandemi Covid-19
Kepala Sekolah SMAN 1 Langke Rembong, Kalixtus Kase menjelaskan, status Akreditasi A pada sekolahnya dinyatakan tidak memenuhi syarat automasi akreditasi melalui SK Badan Akreditasi Nasional (BAN) pada 19 Desember 2022 lalu.
Kalixtus katakan, meski status akreditasi A yang tidak bisa diperpanjang namun menurutnya tidak berarti akreditasi di sekolahnya turun kelas.
“Kita tidak bisa dibilang akreditasi jatuh apalagi turun kelas. Tetap A kita hanya tidak diperpanjang saja. Automasi artinya dalam proses menuju reakreditasi. Kita berdoa semoga tahun 2023 ini sudah bisa,” sebut Kase.
Dalam Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Nomor : 1939/BAN-SM/SK/2022 di mana SMAN 1 Langke Rembong berada pada urutan 1706 kategori sekolah/ madrasah tidak memenuhi syarat automasi tahun 2022 penetapan 3.
Pria 53 tahun itu berkilah, sekolahnya gagal reakreditasi dipengaruhi pandemi Covid-19 yang menyebabkan jumlah jam tatap muka sangat minimal padahal hal tersebut menjadi salah satu syarat mutlak mengajukan reakreditasi untuk sekolah dengan akreditasi A.
Seiring dengan hilangnya jam tatap muka yang banyak akibat pandemic Covid-19, badan akreditasi, sebut dia juga tidak melakukan sosialisasi yang komprehensif mengenai aturan terbaru menyangkut syarat reakreditasi.
“Untuk mengajukan reakreditasi untuk akreditasi A tidak bisa ceroboh karena ada item-item yang berhubungan langsung dengan tatap muka di sekolah. Kegiatan ekstra itu di sispena itu ada 9 memang. Kalau secara proporsional berarti hanya 49 butir yang dipenuhi dan seandainya 49 itu maksimal di luar kegiatan ekstra dia itu hanya mencapai angka 84 sehingga kita jauh dari 91 angka untuk akreditasi A,” terangnya.
“Kita ini selama covid kegiatan ekstrakurikuler itu kan semua dihentikan kemudian sosialisasi dari BAN terkait syarat reakreditasi ini juga sangat kurang. Sekarang lebih baik kita bertahan dengan status quo ini. Kita sudah ajukan lagi reakreditasi mudah-mudah keluar tahun ini. Covid menggeser dan merusak jam tatap muka kita,” ulangnya.
Kepsek Kalixtus juga membantah tudingan banyak pihak seolah-olah pihak sekolah sendiri yang terlambat mengajukan proses reakreditasi.
“Begini, pasca covid kita masuk tatap muka itu September 2021 masuk dengan pembatasan pembelajaran 6 jam, protokoler ketat, tidak boleh ada kegiatan ekstra. Mulai dengan Januari, Februari Maret tahun 2022 masih 6 jam. Normal baru Juli. Awal tahun 2022 sekitar bulan Maret kita mulai ajukan. Tapi karena itu tadi, kita jatuh temponya pas-pas di tahun kedua covid,” sambung Kalixtus.
Kepala sekolah yang sudah 10 tahun lebih memimpin SMAN 1 Langke Rembong ini mengakui pihaknya mengalami kekurangan jumlah jam tatap muka sebagai syarat mutlak reakreditasi untuk sekolah dengan akreditasi A.
Sangat disesalkan memang. Bagaimana tidak kuota SNBP untuk SMA Negeri 1 tahun ini tak sampai 20 orang. Artinya hanya juara 1,2,3 dari setiap kelas yang diambil.
“Salah satu jalur yang kena imbas STMB. Peluang masuknya kecil sementara yang mengajukan 18 orang hanya 5% jatah SMPTN. Tahun-tahun sebelumnya 40% bisa 100 lebih orang. Terus terang kehormatan Lembaga turun dan kepercayaan masyarakat bisa berkurang,” akui Kalixtus.
Pihak SMAN 1 Langke Rembong tidak mau berlarut-larut dalam persoalan automasi akreditasi ini. Lantas untuk membangkitkan semangat para siswa-siswi yang ingin merebut peluang di perguruan tinggi negeri.
Pihak sekolah akan menyediakan jam belajar tambahan membedah soal-soal SMPTN setelah ujian sekolah yang akan dilaksanakan pada Maret 2023 mendatang.
“Kami sudah pesan buku untuk membimbing mereka untuk masuk lewat jalur mandiri. Jumlah melalui tes SMPTN dari jalur mandiri untuk sekolah kita tinggi sekali bahkan kedokteran juga dapat anak SMA 1. Kami lagi cari buku penyanding. Mereka nanti membentuk kelompok membedah soal ujian masuk perguruan tinggi negeri,” tutupnya.
- Tanggapan Asesor
Jatuhnya nama baik SMA Negeri 1 Langke Rembong sebagai sekolah peraih nilai ujian akhir tertinggi untuk tingkat SMA Negeri se-Provinsi NTT itu dibenarkan oleh asesor akreditasi.
Koordinator Pelaksana Akreditasi (KPA) Kabupaten Manggarai, Mantovani Tapung menjelaskan, secara umum penyebab sekolah gagal reakreditasi.
“Ada kemungkinan bahwa apa yang diinput dalam dapodik tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Misalnya meginput satu ruangan yang dituntut ada untuk memenuhi standar-standar kan. Karena penilai akreditasi itu ada 4 komponen pertama komponen mutu jurusan, mutu pembelajaran, mutu guru serta manajemen sekolah ditambah 36 item pertanyaan untuk akreditasi. Di item itu termasuk juga sarana prasarana lingkungan sekolah dan segala macam,” jelasnya.
Terkait gagalnya proses reakreditasi seperti yang dialami SMAN 1 Langke Rembong masih diduga kuat akibat tidak adanya kesesuaian data dapodik dengan hasil verifikasi para asesor yang termuat dalam sistem Badan Akreditasi Nasional.
“Sistem automasi ambil dari sistem coba tarik dari dapodik. Sistem akan perintahkan karena sudah sinkronisasi semua barang ini. Karena apa yang ada di dapodik bahan dasar masuk ke automasi akreditasi. Kalau automasi berarti ada kesenjangan antara apa yang menjadi tuntutan akreditasi dengan data yang termuat dalam dapodik tidak terpenuhi, jadi supply ke data automasi akreditasi tidak cukup dari dapodik karena ada kesalahan atau kekeliruan dan lain-lain,” papar Mantovani Tapung.
Doktor Ilmu Pendidikan pada Universitas Katolik Santo Paulus Ruteng ini mempersilahkan pihak SMAN 1 Langke Rembong untuk mengajukan keberatan tertulis kepada BAN terkait gagalnya proses reakreditasi yang diajukan.
“Bisa ajukan keberatan minta kepada BAN untuk verifikasi langsung di sekolah. Prosedurnya begitu,” imbuhnya.
“Kita ikut prihatin dengan sekolah-sekolah yang gagal reakreditasi dan sekolah yang turun akreditasinya. Itu akan cukup berdampak, keprcayaan publik terhadap sekolah itu bisa berkurang,” katanya. (Jo Kenaru/aag)
Load more