Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah daerah mengakui masih menghadapi berbagai keterbatasan dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana Banjir bandang.
Hal tersebut disampaikan Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, dalam diskusi terkait penanganan pascabencana dan proses penegakan hukum atas dugaan perusakan kawasan hutan.
Masinton menjelaskan bahwa dirinya baru dilantik pada 20 Februari lalu dan baru menjabat sekitar 10 bulan. Dalam masa transisi tersebut, tidak seluruh informasi terkait perizinan dan aktivitas perusahaan perkebunan, khususnya sawit, tersampaikan secara utuh kepada pemerintah daerah.
Ia mengungkapkan bahwa peningkatan pembukaan lahan sawit di wilayah Tapanuli Tengah sangat signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi penambahan lahan sawit hingga sekitar 40 ribu hektare dalam kurun 2023–2024.
Kondisi ini dinilai sangat mengkhawatirkan mengingat karakter wilayah yang didominasi perbukitan dan daerah hulu sungai.
Sebagai langkah pencegahan, pemerintah daerah telah menerbitkan surat larangan pembukaan lahan dan penanaman sawit baru, khususnya di kawasan perbukitan.
Namun, Masinton menegaskan bahwa kewenangan penindakan dan perizinan kehutanan berada di tingkat provinsi dan pemerintah pusat, sehingga pemerintah kabupaten memiliki keterbatasan dalam melakukan tindakan hukum langsung.
Sementara itu, Kepolisian melalui Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri menyatakan penegakan hukum dilakukan dengan fokus pada pembuktian peristiwa pidana dan pertanggungjawaban hukum.
Brigjen Pol. Irhamni menjelaskan bahwa penyelidikan dilakukan dengan mengamankan alat bukti utama, khususnya kayu-kayu gelondongan yang menyumbat aliran sungai dan menyebabkan luapan air hingga merusak permukiman warga.
Selain penindakan pidana, kepolisian juga membuka ruang evaluasi sistem tata kelola, mulai dari perencanaan pembukaan lahan, pemberian izin, hingga pengawasan pelaksanaan di lapangan. Evaluasi tersebut dinilai penting agar kejadian serupa tidak kembali terulang.
Pakar lingkungan menilai lemahnya pengawasan di daerah menjadi salah satu celah yang kerap dimanfaatkan oleh perusahaan. Meski perizinan berada di pusat, pengawasan pelaksanaan di lapangan tetap melibatkan unsur daerah, baik melalui dinas kehutanan maupun perwakilan pemerintah pusat di daerah.
Terkait pemanfaatan kayu gelondongan oleh warga untuk membangun hunian sementara, kepolisian menyebut kebijakan tersebut menjadi kewenangan pemerintah.
Brigjen Irhamni menyatakan bahwa kayu yang digunakan warga merupakan bagian dari kebijakan negara, mengingat kondisi darurat dan kebutuhan mendesak korban bencana.
Dalam perkembangan pemulihan, pemerintah daerah menyatakan telah memasuki tahap penyiapan hunian sementara dan hunian tetap bagi warga terdampak.
Pemerintah kabupaten bersama pemerintah provinsi, pemerintah pusat, Kementerian Perumahan, serta pihak swasta dan yayasan sosial akan memulai pembangunan hunian tetap melalui prosesi peletakan batu pertama dalam waktu dekat.
Selain pembangunan hunian, prioritas lain yang terus dilakukan meliputi pembersihan lingkungan, pengangkatan kayu gelondongan di sungai dan persawahan, pemulihan fasilitas umum, serta pemenuhan kebutuhan dasar warga seperti pangan dan layanan kesehatan. Pemerintah juga mendorong pemulihan aktivitas masyarakat secara bertahap di tengah kondisi cuaca yang masih labil.
Pemerintah berharap proses pemulihan pascabencana dapat berjalan seiring dengan penegakan hukum dan perbaikan tata kelola lingkungan, agar keselamatan warga dan keberlanjutan wilayah dapat terjaga.