Tragedi Kanjuruhan merupakan pukulan keras untuk seluruh suporter di Indonesia. Tragedi sepakbola yang menelan 131 suporter tewas telah memunculkan kesadaran-kesadaran secara alamiah untuk berpikir bahwa harus ada perubahan yang lebih baik.
"Banyak yang menganggap rivalitas itu harus diciptakan secara sehat, dan prosedur keamanan harus seusai dengan standar FIFA, dan yang lain sebagainya. Sekarang suporter sedang bersatu untuk menuntut perbaikan manajemen sepakbola Indonesia," ujar Tobias.
Selain mengangkat kesadaran tentang perdamaian antarsuporter, Tragedi Kanjuruhan juga turut membuka mata berbagai pihak soal betapa penting memahami mitigasi bencana di sebuah pertandingan olahraga, khususnya sepakbola.
Kekacauan Tragedi Kanjuruhan terjadi karena pihak keamanan memilih untuk melepaskan tembakan gas air mata ke arah tribun. Padahal induk sepakbola dunia FIFA melarang penggunaan tembakan gas air mata di sebuah pertandingan sepakbola.
FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19 b menyatakan: "Tidak ada senjata api atau gas yang dibawa atau digunakan untuk mengendalikan kerumunan."
Berbagai pihak juga menyadari perlu penyeragaman pemahaman di pihak keamanan dalam menangani pertandingan olahraga yang berbeda dengan mengatasi demonstrasi.
"Harus ada evaluasi. Aparat keamanan harus mengikuti standar yang dituangkan dalam aturan FIFA soal regulasi pengamanan stadion, jangan mempunyai persepsi sendiri," ucap Tobias yang mewakili harapan seluruh suporter bahwa Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa terakhir di Tanah-Air. (ant/raw)
Load more