Masih Ingat Silvio Escobar? Eks Pemain Persija yang Putuskan Mualaf itu Kini Tetap Setia di Indonesia
- Persija Jakarta
“Tahun 2014 ada asisten pelatih di Persepam ajak saya untuk masuk Islam karena saya tanya. Saya lihat teman-teman saya sabar, santai,” ujarnya.
Namun, prosesnya tidak mulus. Escobar sempat salah memahami salah satu sunnah dalam Islam, yaitu sunat.
Karena kendala bahasa, ia mengira sunat adalah syarat wajib sebelum memeluk Islam.
Hal itu membuatnya ketakutan. Setelah mendapat penjelasan dari temannya pada 2015, ia akhirnya mantap melakukan sunat di sebuah klinik.
“Jumat pagi saya bangun, saya putuskan sendiri jalan untuk sunat. Saya datang di klinik, saya masuk. Semua suster di situ malu sekali, tapi ya sudah masuk, ya sudah, terbuka aja,” kenangnya.
Ia mengaku proses pemulihannya lebih lama karena ia seorang atlet.
Pada 2015, Escobar hampir berseragam Bali United. Namun situasi berubah drastis ketika kompetisi Indonesia dibekukan oleh FIFA. Tanpa pemasukan, ia harus mencari cara bertahan hidup.
Seorang agen kemudian mengajaknya bermain di Liga Tarkam, kompetisi antar kampung dengan lapangan yang sering kali jauh dari standar profesional.
“Pertama kali main Rp1.500.000 satu pertandingan, tapi jauh sekali, terus lapangan batu semua, tapi gimana lagi ya kita tidak ada pemasukan,” ceritanya.
Meski level pertandingan keras dan risiko cedera tinggi, ia tetap menjalaninya demi nafkah.
Setelah liga kembali berjalan, ia bangkit bersama Perseru Serui pada 2017.
Setelah itu, Escobar kembali menjalani karier nomaden di berbagai klub Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, ia masih aktif bermain.
Ia memperkuat Dejan FC di Liga 2 pada 2024 dan kini, sejak Desember 2024, tampil untuk Persipa Pati.
Meski tak lagi berada di level tertinggi kompetisi Indonesia, ia tetap menunjukkan kecintaan besar pada sepak bola dan Indonesia, negara yang sudah ia anggap rumah.
Silvio Escobar mungkin bukan naturalisasi tersukses di lapangan.
Ia tak pernah membela Timnas, dan perjalanan kariernya penuh naik-turun.
Namun kisahnya datang tanpa tahu Indonesia di mana, jatuh cinta pada Islam, hingga resmi menjadi WNI, menjadi bukti bahwa sepak bola bukan sekadar pertandingan—melainkan perjalanan mencari arti rumah bagi seorang perantau.
Load more