Apa Kabar Yudi Guntara? Eks Gelandang Ikonik Persib yang Pernah Menyeberang ke Persija Demi Masa Depan
- Instagram @yudiguntara5
tvOnenews.com - Yudi Guntara dikenal sebagai salah satu gelandang serang terbaik yang pernah dimiliki Persib Bandung.
Namanya melambung era 1990-an berkat visi bermain tajam, umpan presisi, dan insting mencetak gol yang sulit ditandingi gelandang lokal pada masa itu.
Namun di balik karier gemilangnya, tersimpan perjalanan hidup penuh liku, termasuk keputusan berat yang membuatnya sempat berkostum rival abadi, Persija Jakarta.
Yuk simak perjalanan Yudi Guntara selengkapnya.
Jejak Awal: Bocah Lembang yang Cepat Jadi Sorotan
Yudi mengawali petualangan sepak bolanya di Lembang bersama SSB Elang Putih sebelum kemudian berkembang lagi bersama Putra Priangan.
Bakatnya mudah dikenali, ia tak membutuhkan waktu lama untuk dipanggil mewakili Jawa Barat pada kejuaraan nasional antarpelajar.
Performa impresif itu mengantarkannya ke Diklat Salatiga, lalu ke Diklat Ragunan, pusat pembinaan terbaik Indonesia.
Di sinilah Yudi mencicipi kompetisi internasional, tampil di berbagai turnamen luar negeri, hingga menjalani pemusatan latihan di Jerman pada 1986.
Pengalaman itu membuatnya tumbuh lebih matang dan menonjol dibanding rekan seusianya.
Setelah selesai di Ragunan pada 1987, Yudi sebenarnya sudah berada di jalur menuju Pelita Jaya, klub Galatama yang saat itu sangat bergengsi.
Kontrak bahkan telah ia tandatangani bersama I Made Pasek Wijaya, Bonggo Pribadi, hingga Alexander Saununu.
Namun mimpinya terhenti ketika ayahnya tidak memberi restu. Sang ayah ingin Yudi tetap melanjutkan pendidikan tinggi.
Dan itu berarti, jika ingin kuliah sambil bermain sepak bola, Yudi harus tetap berada di jalur Perserikatan, bukan Galatama.
Masuk Persib sebagai Pemain Termuda
Persib Bandung tak menyiakan kesempatan merekrut pemain muda bertalenta itu.
Pada usia 17 tahun, Yudi langsung ditempatkan di skuad senior oleh pelatih Dede Rusli.
Ia satu lapangan dengan nama-nama besar seperti Robby Darwis, Ajat Sudrajat, hingga Adeng Hudaya, sebuah kebanggaan besar bagi remaja seumurannya.
Yudi bahkan tampil di laga uji coba bergengsi melawan PSV Eindhoven yang diperkuat Ruud Gullit, meski Persib harus kalah 0-6.
Pengalaman itu menjadi salah satu momen awal yang membentuk mental bertandingnya.
Meski sudah berada di Persib, Yudi menghadapi masalah penting: kebutuhan biaya kuliah.
Saat meminta bantuan beasiswa kepada manajemen Persib, ia tidak mendapatkan dukungan.
Justru kampus STIE Perbanas Jakarta menawarkan beasiswa penuh, dan kampus tersebut memiliki hubungan erat dengan Persija.
Demi masa depan pendidikan, Yudi tidak punya pilihan selain menyeberang ke Macan Kemayoran pada musim 1989/1990.
Menariknya, ia sama sekali tidak menerima gaji ataupun kontrak dari Persija. Semua ia jalani demi pendidikan, bukan karier.
Setiap kali Persija menghadapi Persib, terutama saat bermain di Siliwangi, Yudi mengaku perasaannya campur aduk mendengar teriakan Bobotoh.
Meski begitu, performanya tetap menonjol dan membantu Persija finis di peringkat keempat.
Kembali ke Persib dan Memasuki Era Keemasan
- Media Persib
Setelah menyelesaikan kuliah, Yudi pulang ke Bandung dan kembali mengenakan kostum Persib. Inilah masa keemasan kariernya.
Yudi menjadi poros permainan di lini tengah dan turut membawa Persib meraih dua gelar besar Juara Perserikatan 1993/1994 dan Juara Liga Indonesia 1994/1995.
Permainannya bahkan mendapat sorotan dari dua pelatih legendaris dunia.
Rinus Michels memujinya setelah Persib menumbangkan Persiraja Banda Aceh 4-0.
Fabio Capello pun memberikan apresiasi ketika AC Milan menghadapi Persib pada 1993—terlepas dari kekalahan telak 0-8.
Menurut Capello, Yudi adalah salah satu pemain Persib yang paling sulit dihentikan berkat pergerakan eksplosifnya.
Sejak 1996, cedera lutut mulai mengganggu konsistensinya. Ia hanya mampu tampil 45 menit sebelum lututnya terasa ngilu.
Cedera ini bukan hasil benturan, melainkan akibat tempaan latihan intensif sejak usia 13 tahun hingga bantalan lututnya terkikis.
Pada 1999, ketika baru berusia 28 tahun, usia yang seharusnya menjadi masa puncak, Yudi harus mengakhiri karier profesionalnya.
Selepas pensiun, Yudi mengalihkan fokus ke dunia perbankan berbekal gelar sarjana ekonomi.
Meski meninggalkan dunia profesional, ia tetap menjaga hubungan dengan para mantan pemain Persib dan masih sesekali bermain bersama mereka.
Yudi Guntara mungkin tak memiliki karier sepanjang pemain lain, tetapi kualitasnya meninggalkan jejak kuat di sepak bola Indonesia.
Ia dikenal sebagai gelandang kreatif yang menjadi inspirasi banyak pemain muda di Jawa Barat.
Ia mungkin harus melewati jalan berliku, termasuk bergabung dengan rival demi pendidikan, namun dedikasinya untuk Persib dan Indonesia tetap abadi.
Legenda ini bersinar terang meski nyalanya harus padam lebih cepat dari yang diharapkan. (tsy)
Load more