Masih Ingat Anang Ma’ruf? Legenda Persebaya dan Persija yang Kini Jadi Tukang Ojek Online
- Kolase tvOnenews.com | Istimewa
tvOnenews.com - Tidak semua perjalanan hidup pesepak bola berakhir dengan kemewahan. Hal itu dialami Anang Ma’ruf, mantan bek legendaris Timnas Indonesia yang kini berusia 49 tahun.
Namanya mungkin mulai asing di telinga generasi muda, tetapi bagi mereka yang tumbuh di era 1990-an hingga awal 2000-an, Anang adalah salah satu bintang paling bersinar di sepak bola Indonesia.
Lahir di Surabaya pada 28 Mei 1976, Anang memulai karier profesionalnya bersama Persebaya Surabaya.
Tidak butuh waktu lama bagi publik untuk mengenali kemampuan defensifnya.
Selama periode 1994–1999, ia mencatat lebih dari 100 penampilan dan turut membawa Persebaya menjuarai Liga Indonesia 1996/1997.
Kemudian, ia hijrah ke Persija Jakarta dan menjadi bagian penting dalam kesuksesan tim Macan Kemayoran menjuarai Liga Indonesia 2001.
Ketangguhan Anang sebagai fullback membuatnya menjadi pemain andalan di klub maupun Timnas Indonesia.
Bersama Garuda, ia meraih medali perak SEA Games 1997 dan perunggu SEA Games 1999.
Masa muda Anang bertambah istimewa ketika ia bergabung dalam program PSSI Primavera tahun 1993–1994.
Bersama nama-nama seperti Yeyen Tumena, Bima Sakti hingga Kurniawan Dwi Yulianto, ia dikirim ke Italia untuk ditempa langsung di jantung sepak bola Eropa.
Di Negeri Pizza, Anang mempelajari sepak bola modern yang struktur akademinya jauh lebih maju dibandingkan Indonesia kala itu.
Tiga kali seminggu ia dan rekan-rekannya bahkan diwajibkan mengikuti kursus bahasa Italia agar mampu beradaptasi.
Yang membuat kesempatan ini semakin berharga adalah kenyataan bahwa para pemain yang mereka hadapi ternyata kelak menjadi legenda dunia.
Anang menyebut nama-nama seperti Francesco Totti, Alessandro Nesta, Fabio Cannavaro, Gianluca Zambrotta hingga Alessandro Del Piero, yang kemudian menjadi bagian dari skuad Italia Juara Piala Dunia 2006.
Tidak hanya itu, Anang bahkan sempat mendapat tawaran untuk magang di klub Sampdoria.
Namun, ia memilih kembali ke tanah air dan melanjutkan karier profesionalnya di Indonesia.
Pahitnya Masa Pensiun: Dari Investor, Pelatih, hingga Tukang Ojek Online
Setelah gantung sepatu pada 2013, kehidupan Anang tidak berjalan seperti yang diharapkan banyak orang.
Investasinya di Bali gagal total dan menghabiskan hampir seluruh tabungan yang ia kumpulkan selama berkarier sebagai pemain.
Dalam kondisi sulit, Anang tetap tidak menyerah. Ia melatih di sekolah sepak bola dan bertahan hidup dengan penghasilan seadanya, termasuk dari pertandingan antar kampung.
Namun, yang paling menyita perhatian publik adalah keputusannya menjadi pengemudi ojek online.
Bagi sebagian orang, keputusan itu mungkin mengejutkan. Tapi bagi Anang, itu adalah pilihan hidup yang harus dijalani demi menafkahi istri dan dua anaknya.
Ia menjalani profesi itu tanpa malu, bahkan menyebutnya sebagai “bagian dari perjalanan hidup”.
Kisah Anang kemudian viral dan mengetuk hati Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini.
Ia menarik Anang menjadi staf Dinas Pemuda dan Olahraga Surabaya untuk mengawasi berbagai fasilitas olahraga, termasuk Stadion Gelora 10 November, markas historis yang dulu pernah membesarkannya.
Tidak berhenti di situ, ia juga diarahkan mengambil lisensi kepelatihan dan kemudian menangani Bhayangkara U-16.
Prestasi terbaiknya adalah membawa tim muda tersebut lolos ke final Elite Pro Academy U-16 pada 2019.
Meski hidupnya penuh pasang surut, Anang Ma’ruf tetap dikenang sebagai sosok rendah hati yang tidak pernah menyesali pilihannya.
Dari bedanya kultur sepak bola Indonesia dan Italia, dari satu angkatan dengan Totti hingga mencari nafkah sebagai ojek online, Anang Ma’ruf telah menjalani perjalanan hidup yang mungkin tidak megah, tetapi justru sangat inspiratif. (tsy)
Load more