5 Legenda Persija Jakarta yang Wajib Kamu Tahu: Nomor 3 Pernah Jadi Mesin Gol Timnas yang Punya Insting Mematikan!
- Persija Jakarta
tvOnenews.com - Persija Jakarta punya 5 legenda yang namanya wajib dikenang hingga saat ini. Masih ingat deretan legenda Persija Jakarta yang pernah menghiasi dunia sepak bola Indonesia?
Dari masa ke masa, klub asal Ibu Kota ini selalu punya tokoh yang bukan hanya jago menggocek bola, tapi juga menorehkan sejarah yang melekat kuat bagi The Jakmania.
Persija bukan sekadar klub, melainkan simbol perjalanan panjang sepak bola nasional, klub yang menjadi rumah lahirnya banyak bintang.
Dari era Perserikatan hingga Liga Indonesia, Persija Jakarta menjadi saksi lahirnya para pemain yang bukan hanya tampil gemilang di level klub, tetapi juga berperan penting di Timnas Indonesia.
Setiap generasi memiliki idola dan tiap nama membawa kisah berbeda. Artikel ini merangkum figur-figur berpengaruh yang membangun pondasi kejayaan Persija: dari Tan Liong Houw yang dijuluki Macan Betawi, Sinyo Aliandoe sang arsitek tim juara, hingga Bambang Pamungkas yang menjadi ikon modern.
Melansir dari berbagai sumber, berikut 5 Legenda besar Persija Jakarta dari masa ke masa:
1. Tan Liong Houw: Pengatur Tempo dan Simbol Persija 1950–1960-an
- Tangkapan layar Vivagoal
Tan Liong Houw atau Latief Harris Tanoto merupakan salah satu ikon awal Persija. Ia tumbuh di klub Chung Hua (kini PS Tunas Jaya), tempat ia mewarisi bakat sepak bola dari ayahnya, Tan Chin Hoat.
Meski sang ayah adalah bek kiri, Tan Liong Houw justru berkembang sebagai gelandang yang mahir mengontrol permainan.
Kisahnya bersama Persija dimulai pada 1951, ketika Chung Hua, UMS, dan BBSA resmi meninggalkan VBO dan bergabung ke Persija. Perpindahan itu menjadi keuntungan besar bagi Persija karena munculnya banyak pemain berkualitas, termasuk Tan Liong Houw.
Ia dikenal dengan ciri khas unik: handuk yang selalu diikatkan pada tangan kirinya, kebiasaan yang menurun dari sang ayah. Pendukung Persija menjulukinya Macan Betawi, meskipun secara etnis ia bukan orang Betawi. Julukan ini menunjukkan betapa ia dicintai publik Ibu Kota.
Prestasinya mencakup gelar juara Perserikatan 1954 dan peran penting di Timnas Indonesia. Bersama Tim Merah-Putih, ia menahan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade Melbourne 1956 dan membawa Indonesia juara Merdeka Games 1961.
Ia juga menjadi kapten tim nasional yang diperkuat pemain dari Persib Bandung seperti Wowo dan Fattah Hidayat.
2. Sinyo Aliandoe: Maestro Gelandang yang Menjadi Pelatih Bersejarah
- instagram persija
Nama Sinyo Aliandoe mungkin lebih dikenal sebagai pelatih yang hampir membawa Indonesia lolos ke Piala Dunia Meksiko 1986.
Namun jauh sebelum itu, ia merupakan gelandang berbakat Persija yang ditemukan melalui kompetisi internal.
Endang Witarsa, pelatih Persija saat itu, melihat potensi besar Sinyo, terutama etos kerja dan kecerdasan taktiknya. Ia menjadi salah satu pilar Persija dalam formasi 4-2-4 yang agresif bersama Tahir Yusuf dan Soetjipto Soentoro.
Pada usia 24 tahun, Sinyo mengangkat trofi Perserikatan usai membawa Persija juara tanpa terkalahkan.
Sayangnya, cedera patah kaki memaksanya pensiun lebih cepat pada 1969. Namun sepak bola tetap memanggilnya.
Ia belajar kepelatihan di Manchester dan kembali memimpin Persija meraih gelar juara pada 1973 dan 1975, termasuk trofi bersama PSMS Medan akibat laga final dihentikan karena protes terhadap wasit.
Puncak kariernya hadir ketika menangani Timnas Indonesia dan hampir lolos ke Piala Dunia 1986 sebelum kalah dari Korea Selatan 0-2 (Seoul) dan 1-4 (Jakarta).
3. Soetjipto Soentoro: Gareng, Penyerang Bayangan dengan Insting Mematikan
- Twitter/@Persija_Jkt
Soetjipto Soentoro atau Gareng adalah contoh pemain yang ditemukan dari jalanan Jakarta. Bakatnya terlihat saat bermain untuk PS Setia, klub internal Persija di Gandaria.
Pada usia 16 tahun ia sudah direkrut ke tim utama dan langsung bersanding dengan pemain senior seperti R. Parengkuan dan Tan Liong Houw. Bersama pelatih Endang Witarsa, Gareng dibuat semakin tajam lewat peran sebagai penyerang bayangan dalam formasi 4-2-4.
Ia menjadi top skor Perserikatan 1964 dengan 16 gol dan membawa Persija juara tanpa kekalahan. Di Timnas Indonesia, ia juga bersinar: juara Aga Khan Cup 1966, kapten di era Piala Raja Thailand 1968, serta penentu kemenangan atas Myanmar.
Meski sempat pindah ke PSMS Medan, ia kembali ke Persija sebelum akhirnya pensiun pada 1971.
4. Iswadi Idris: Boncel dari Kramat yang Bersinar di Persija dan Timnas Indonesia
- instagram persija
Iswadi Idris adalah contoh lain dari gemilangnya bakat lokal Jakarta era 1960–1970-an. Tumbuh di Kramat Lima, ia bergabung dengan MBFA kemudian pindah ke Indonesia Muda.
Iswadi masuk tim utama Persija pada 1966 dan langsung menjadi andalan. Ia turut membawa Persija menjuarai Perserikatan 1973 dan tampil menawan dalam tur Australia, hingga direkrut Western Suburbs (Australia).
Ia kemudian kembali ke Indonesia dan mempersembahkan gelar juara kedelapan untuk Persija di Galatama 1975. Namun hubungan kurang harmonis dengan pelatih Marek Janota membuatnya dilepas pada 1978.
5. Bambang Pamungkas: Ikon Modern Macan Kemayoran
- AFC
Bambang Pamungkas (Bepe) adalah simbol Persija modern. Bergabung pada 1999, ia langsung meledak dengan 24 gol dalam dua musim pertama.
Musim 2001 adalah puncaknya: Bepe membawa Persija juara Liga Indonesia dengan mengalahkan PSM Makassar 3-2, menjadi pemain terbaik kompetisi, dan mencetak 24 gol. Banyak yang menyebutnya penerus ketajaman Soetjipto Soentoro.
Meski karier timnasnya tak secemerlang di klub, ia memegang rekor caps terbanyak (85) dan mencetak 37 gol. Sempat pindah ke Pelita Bandung Raya dan EHC Norad (Belanda), Bepe kembali ke Persija hingga masa akhir kariernya. (udn)
Load more