Olahraga, Pariwisata, dan Kedaulatan IP Indonesia
- Istimewa
Namun, kunci keberhasilannya bukan hanya pada event-nya, tetapi pada kepemilikan IP-nya. Tanpa itu, Indonesia hanya menjadi penyelenggara, bukan pemilik nilai tambah. Dengan IP, kita bisa menjual lisensi, menarik sponsor, dan membangun sports brand nasional yang dapat diwariskan lintas generasi.
Dari Regulasi ke Aksi: Membangun Ekosistem IP Olahraga Indonesia
Untuk mewujudkan ini, Indonesia memerlukan kerangka kebijakan yang tegas dan kolaboratif.
Kemenpora, Kemenparekraf, dan Kemenkumham dapat membentuk Indonesia Sports IP Consortium—badan yang mengembangkan dan melindungi hak cipta event olahraga Indonesia.
Melalui konsorsium ini, kita bisa membangun:
• Sports IP Fund, dana khusus untuk riset, promosi, dan lisensi event.
• Digital sports platform, untuk distribusi siaran, penjualan tiket, dan interaksi penggemar.
• Program sertifikasi IP olahraga nasional, agar setiap event Indonesia terlindungi dan bernilai komersial di dunia internasional.
Jika semua ini dijalankan secara konsisten, Indonesia bisa memiliki 5–10 global sports IP dalam lima tahun ke depan—milik bangsa, dikelola profesional, dan berakar di budaya lokal.
Olahraga Sebagai Diplomasi Budaya Baru
Ketika soft power menjadi kekuatan utama abad ini, olahraga menawarkan bahasa universal yang melampaui batas politik dan ekonomi. Dari lapangan silat hingga lautan tropis, Indonesia dapat berbicara kepada dunia tentang nilai keberanian, sportivitas, dan harmoni alam yang kita junjung tinggi.
Dengan sports IP milik sendiri, kita bukan hanya menjual event, tetapi menyampaikan identitas bangsa: Indonesia yang kreatif, berdaulat, dan mendunia.
Penutup: Dari Penonton Menjadi Pemain Global
Sudah saatnya Indonesia berhenti menjadi sekadar lokasi turnamen dunia, dan mulai menjadi pencipta permainan dunia.
Dengan strategi sport tourism berbasis intellectual property, kita bisa membangun ekosistem yang mandiri, inklusif, dan berkelanjutan.
Olahraga bukan lagi hanya arena kompetisi, tetapi juga panggung diplomasi, ekonomi kreatif, dan kebanggaan nasional.
Dan di panggung itulah—Indonesia harus menjadi pemilik, bukan penonton.
Oleh Teguh Anantawikrama, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
.
Load more