Kuasa Memanggul Lupa
- tim tvonenews
(Tangkapan layar - Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024. Sumber: ist)
Sejumlah baliho besar bergambar Kaesang juga terpampang di sejumlah wilayah strategis di Depok, Bekasi dan Surabaya.
Memang masih samar bagaimana skenario yang mengaburkan kepastian hukum ini akan terus dilanjutkan. Pasalnya, putusan MA ini punya potensi membuat ketidakpastian hukum. Saat ini Kaesang masih berusia 29 tahun. Ia baru akan genap berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024. Jika mengacu pada PKPU No 9/2020, Kaesang tak dapat diusung di pilkada karena saat penetapan calon pada 27-29 Agustus 2024 usianya belum genap 30 tahun.
Sementara jika merujuk pada putusan MA, Kaesang dapat diusung di pilkada karena pelantikan calon terpilih hasil pilkada serentak 2024 pada Januari 2025, sesuatu yang sebenarnya tidak lazim karena syarat usia digunakan untuk pilkada adalah saat pencalonan bukan pelantikan.
Apalagi, ingatan publik masih segar dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah batasan usia sehingga putra sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka melenggang menjadi calon wakil presiden dalam pemilu 2024. Apakah putusan MA ini juga akan jadi karpet merah bagi sang putra bungsu Kaesang Pangarep?
Partai Garuda memang telah membantah adanya muatan politik dari uji materi PKPU tersebut. “Gugatan kami jelas mengacu hasil diskusi dan rapat pleno dari fungsionaris Partai Garuda yang menginginkan anak muda terus maju,” ujar Sekjen Partai Garuda Yohanna Murtika. Namun, kita tahu, ini bukan “kegemparan” pertama yang dibuat Partai Garuda. Setahun lalu, persisnya 2 Mei 2023, partai ini juga yang mengajukan uji materi Pasal 169 huruf Q UU Pemilu pada Mahkamah Konstitusi.
Namun, seperti kata Milan Kundera, novelis Ceko-Perancis yang banyak dikutip, “perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa”, kita wajib mengingatkan penguasa bahwa akrobatik hukum semacam putusan MA terbaru sebenarnya sebuah penghancuran bangunan negara hukum yang sudah susah payah diupayakan para pendiri bangsa. Dengan jatuh bangun, tokoh bangsa seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Moh Natsir mengupayakan tegaknya negara hukum, sebuah tatanan politik dimana hukum bisa mengontrol dan membatasi penguasa. Bukan sebaliknya, penguasa yang menekuk-nekuk hukum untuk mewujudkan ambisi kekuasaannya.
Load more