Di tengah gemuruh perkembangan urbanisasi dan modernisasi, Setu Babakan tetap kokoh sebagai jantung keberlanjutan budaya Betawi. Sebagai sebuah ruang pendidikan budaya yang hidup dan terus berkembang, Setu Babakan menawarkan pelajaran berharga tentang kekayaan tradisi yang tak ternilai.
Mari kita merenung pada pesona dan potensi ruang ini yang menjadi panggung bagi warisan budaya yang begitu berharga bagi masyarakat Betawi.
Setu Babakan yang terletak di Jagakarsa, Jakarta. Merupakan salah satu Perkampungan Budaya Betawi yang masih bertahan hingga kini, Setu Babakan menjadi destinasi menarik bagi masyarakat yang ingin belajar atau sekedar ingin tahu tentang adat kebudayaan Betawi. Dimulai dari Museum Betawi, Makanan khas Betawi, dan Pagelaran Seni Betawi yang sering diadakan di Perkampungan Budaya Betawi ini.
Museum Betawi di Setu Babakan ini mulai dibangun pada tahun 2012-2015 dan mulai dibuka untuk umum pada tahun 2017. Museum ini memamerkan berbagai macam koleksi yang digunakan oleh masyarakat Betawi dan terbagi menjadi 3 Lantai.
Di lantai 1 terdapat koleksi seperti Batik Betawi, Gigi Balang, Bir Pletok, dan berbagai koleksi lainnya. Di ruangan lainnya yang masih terletak di lantai 1, terdapat Galeri Pengantin Betawi. Di Galeri ini dapat dilihat koleksi-koleksi baju pengantin dari adat Betawi, Betawi dikenal sebagai salah satu suku yang memiliki banyak keberagaman, terutama dalam hal budaya.
Salah satu cara terbaik untuk menampilkannya adalah dalam Upacara Pernikahan Tradisional. Pakaian Pengantin Pria disebut Dandanan Care Haji, nama ini diadaptasi dari pakaian Haji atau pakaian muslim. Sedangkan, Pakaian Pengantin Perempuan disebut Dandanan Care None Pengantin Cine.
Selain baju pengantin, terdapat pula bentuk seserahan seperti Roti Buaya, Perangkat Daun Sirih dan Sie. Pada ruangan ini juga terdapat salah satu koleksi yang menarik yaitu, golok raksasa yang bernama Golok Si Rajut, Golok ini berukuran kurang lebih 4,5 meter dan berat sekitar 200kg. Dalam ruangan ini juga terdapat koleksi alat musik tradisional seperti Rebana Qasidah, Rebana Ketimpring dan Gambang Kromong.
Di lantai 2, terdapat bagai macam koleksi alat-alat rumah tangga yang biasa kita jumpai di rumah warga Betawi tempo dulu seperti Telepon Putar, Mesin ketik, Bufet, Pane, Sundung dan Sapu Lidi serta alat alat lainnya. Di lantai ini juga terdapat ruangan yang menarik yaitu Ruangan Interaktif yang berisikan Meja makan dan Kursi serta informasi menarik mengenai kuliner khas Betawi.
Di ruangan ini, terdapat layar monitor kecil yang dapat kita sentuh dan akan mengeluarkan suara melalui speaker yang ada di ruangan tersebut mengenai informasi tentang kuliner Betawi. Yang lebih menarik lagi, Makanan tersebut juga muncul di meja makan seolah-olah masakan tersebut sedang disajikan untuk pengunjung di piring yang tersedia diatas meja tersebut. Ini merupakan suatu daya tarik yang menarik terutama bagi anak-anak.
Di lantai 3, disini terdapat koleksi-koleksi campuran seperti Batik Betawi, Kuali Dodol, Pakaian Tradisional Betawi seperti Baju Sadariah dan Kebaya Kerancang. Di Galeri ini juga terpampang informasi mengenai tokoh-tokoh Indonesia yang berasal dari Betawi seperti Benyamin sueb, Ismail Marzuki, Moh. Moeffreni Moemin, dan tokoh tokoh asal Betawi lainnya. Disini juga terdapat salah satu yang menarik yaitu, Peta Persebaran Kampung Betawi, di peta itu ditunjukan di daerah mana saja Persebaran Kampung Betawi itu Terjadi di Indonesia.
Di samping Museum Betawi, juga terdapat Amfiteater yang biasa digunakan untuk pertunjukan hiburan, pertunjukan seni, serta pertunjukan lainnya. Fasilitas Amfiteater ini dipergunakan sebagai tempat pergelaran seni budaya Betawi, dengan kapasitas penonton sekitar 600 orang yang dapat duduk di tribun nyang mengelilingi setengah panggung utama dengan kolam ikan di tepiannya.
Etnis Betawi muncul melalui proses akulturasi berbagai budaya seperti Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, dan Bali. Lambat laun, budaya Betawi akhirnya memperoleh identitas tersendiri.
Kristalisasi ini tidak hanya terjadi pada masyarakat, seni dan budayanya, tetapi juga pada bentuk kulinernya. Pengaruh bangsa lain juga terlihat pada ciri khas masakan Betawi yang merupakan perpaduan kuliner Cina, Arab, India, Portugis, dan Eropa. Setiap daerah mempunyai jajanan khasnya masing-masing. Ada yang merupakan asli daerah tersebut dan ada pula yang dipengaruhi oleh orang luar atau pendatang.
Pengaruh luar jajanan khas Betawi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis Jakarta. Jakarta terletak di pesisir utara Pulau Jawa, dimana sejak dahulu kala Jakarta telah menjadi kota pelabuhan yang banyak dikunjungi oleh para saudagar asing. Mereka meninggalkan dampak pada seni pengolahan makanan.
Salah satu kuliner Betawi yaitu, Kerak Telor.
Kuliner ini sudah sangat melekat dengan masyarakat Betawi yang bermukim di Jakarta, apalagi dalam acara besar, para pedagang kerak telor pasti akan berkumpul dan menjajakan dagangan mereka. Kerak telor yang merupakan makanan asli Betawi dengan bahan-bahan dasar beras ketan putih, garam, merica bubuk, kelapa muda parut yang disangrai (serundeng), telur ayam/telur bebek, ebi, dan bawang goreng ini memiliki filosofi sebagai sisi kehidupan manusia yang mengalami perubahan lingkungan secara alamiah juga sebagai perlambang pergaulan yang harmonis.
Bang Udin, Salah satu pedagang kerak telor di Setu Babakan yang berasal dari daerah Mampang, Jakarta Selatan. Mulai berjualan kerak telor dari beliau masih muda, ia mulai menjajakan dagangan nya di Setu Babakan sejak 2014. Dengan harga Rp. 20.000 untuk kerak telur dengan telur ayam, dan Rp. 25.000 untuk kerak telur dengan telur bebek. Dengan tangan lihai nya, Bang Udin mulai membuat kerak telur yang sudah menjadi keseharian nya berjualan hingga sekarang.
“Kerak telur lebih kering lebih enak” Ucap Bang Udin.
Selain Bang Udin, terdapat banyak sekali pedagang kuliner yang tersebar di sekitar Setu Babakan ini, seperti Soto Betawi, Gado-gado, Laksa Betawi, dan kuliner-kuliner Betawi lainnya. Selain kuliner khas Betawi, banyak pedagang yang juga menjajakan dagangan makanan ringan seperti Cilung, Jagung manis, otak-otak, roti bakar dan aneka ragam makanan ringan lainnya dapat dijumpai di sekitar Setu Babakan ini.
Di Setu Babakan juga terdapat banyak meja kecil untuk pengunjung bersantai atau duduk sambil menikmati pemandangan dan juga menikmati kuliner Betawi yang dapat ditemukan diseluruh penjuru Setu Babakan. Selain kuliner, Perkampungan Budaya Betawi ini juga dihiasi dengan salah satu ikon Betawi yaitu Ondel-ondel.
Ondel-Ondel merupakan salah satu kesenian khas Betawi yang memiliki filosofi sebagai lambang kekuatan yang memiliki kemampuan memelihara keamanan dan ketertiban, tegar, berani, tegas, jujur dan anti manipulasi. Namun, sebelum dikenal sebagai kesenian khas Betawi, Ondel-Ondel adalah penolak bala atau kesialan. Ondel-ondel dapat ditemukan di berbagai penjuru di Perkampungan Budaya Betawi ini.
Yang menarik, Pedagang juga menjual Ondel-ondel berukuran mini yang dapat dijadikan oleh-oleh atau cinderamata bagi pengunjung yang tertarik dengan ondel-ondel dan ingin membawanya pulang sebagai kenang-kenangan setelah mengunjungi Perkampungan Budaya Betawi Ini.
Dengan demikian, Setu Babakan tidak hanya menjadi sebuah tempat yang mempertahankan kearifan lokal dan warisan budaya Betawi, tetapi juga menjadi ruang yang memelihara dan menghidupkan warisan budaya Betawi.
Keberlanjutan inisiatif-inisiatif pendidikan budaya di Setu Babakan menjadi kunci penting untuk memastikan bahwa generasi mendatang tetap terhubung dengan akar budaya mereka. Melalui upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan, Setu Babakan dapat terus menjadi pusat kegiatan yang memupuk cinta akan warisan budaya Betawi.
Keberadaan Setu Babakan sebagai ruang pendidikan budaya tidak hanya mencerminkan kekayaan tradisi, tetapi juga sekaligus menjadi saksi perkembangan dan adaptasi budaya dalam menghadapi zaman yang terus berubah.
Semangat pelestarian dan pengembangan inilah yang perlu terus dijaga dan diperkuat, agar Setu Babakan tetap menjadi tempat yang hidup dan berkembang, memberikan kontribusi nyata bagi generasi muda dalam memahami dan melestarikan identitas budaya Betawi.
*Penulis: Nashwa Putri Rizky Ariela, Mahasiswa Film dan Televisi, ISI Surakarta.
Load more