Pemain Timnas kita mencapai apa yang pernah dinasehatkan pelatih besar Jose Mourinho: "Bermain dengan kebanggaan membela tim nasional dan mewakili negara Anda. Jika Anda sudah memiliki itu, maka Anda akan lebih kuat dari kemampuan sebenarnya,” ujar pelatih berjuluk “the special one” pada Timnas sepak bola kita suatu kali.
Kita pun memiliki pemain yang berstandar Asia. Ada Pratama Arhan merumput di klub Tokyo Verdy (Jepang), Asnawi bermain di Jeonnam Dragon (Korea Selatan), Elkan Baggot terikat kontrak di Ipswich Town (Inggris), Ivan Jenner berlaga di Jong FC Utrecht (Belanda), Rafael Struick berkaos klub ADO Den Haag (Belanda), Marselino Ferdinan pemain KMSK Deinze (Belgia).
Saya berani bilang, ini adalah musim semi bagi sepak bola Indonesia. Paling tidak, menurut saya, belum pernah ada masa dalam sejarah republik, ada begitu banyak pemain Timnas kita berasal dari berbagai klub di Asia dan Eropa.
(Ilustrasi - Pesepak bola Timnas Indonesia U-23 mengikuti latihan di Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, Senin (1192023). Sumber: ANTARA)
Yang paling dibenahi oleh STY adalah pengorganisasian. STY tumbuh dalam tradisi sepak bola Korea yang menduplikasi filosofi sepak bola Jerman. Ada hubungan kerja sama yang erat di kedua negara itu dalam pembangunan fondasi sepak bola di Korea.
Hasilnya dengan pola ini, semua pemain memiliki beban dan peluang yang sama, termasuk dalam mencetak gol. Tak heran jika seorang penjaga gawang pun diminta STY mengeksekusi tendangan penalti.
Namun, STY tetap tak bisa menelan bulat bulat teori sepak bola dari negeri manapun, karena yang menjalankan semuanya di lapangan hijau tetap pemain. Ia tetaplah seorang sutradara yang tak ikut bermain di antara sebelas pemain di lapangan hijau.
Load more