Jakarta - Kuasa hukum PT Lombok Nuansa Televisi meminta agar pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Agung Nomor 40 P/HUM/2022 yang berlaku sejak 21 Oktober 2022 dengan cara menunda proses analog switch off (ASO) di seluruh Indonesia terhadap lembaga penyiaran yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran.
"Kami meminta Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mematuhi dan tidak mengabaikan putusan MA RI ini dan kami juga menghimbau untuk menghentikan atau setidaknya menunda proses analog switch off (ASO) di seluruh Indonesia terhadap lembaga penyiaran yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran," demikian disampaikan tim advokat Gede Aditya & Partners, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Ia menambahkan, dalam pertimbangan putusan Nomor 40 P/HUM/2022, sama sekali tidak ada kewajiban bagi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing untuk menyelenggarakan layananan program siaran.
"Yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah melakukan revisi terhadap UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja dan mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk undang-undang yang dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tidak hanya dibuat sepihak oleh Pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan lainnya yang lebih rendah tingkatannya," lanjutnya.
Permintaan ini disampaikan Kuasa hukum PT Lombok Nuansa Televisi menyusul pengumuman pemerintah melalui Menko polhukam yang memberitahukan bahwa Analog Switch Off (“ASO”) tetap akan dilaksanakan pada 2 November 2022 yang terkesan mengabaikan putusan MA Nomor 40 P/HUM/2022.
Putusan MA
(Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan peralihan siaran TV analog ke siaran digital atau analog switch off (ASO) akan dilaksanakan pada 2 November 2022 secara bertahap, di Jakarta, Selasa (25/10/2022). Sumber: ANTARA)
Diketahui, bahwa sebelumnya MA telah mengabulkan sebagian dari Uji Materiil PP 46/2021 melalui Putusan Nomor 40 P/HUM/2022 sejak 21 Oktober 2022 yang lalu.
Pada Putusan itu dinyatakan bahwa Pasal 81 ayat (1) PP 46 Tahun 2021 bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Penyiaran. Dan, Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangan Putusan Nomor 40 P/HUM/2022, MA RI juga menjelaskan bahwa: “… menurut Mahkamah Agung bahwa yang menjadi titik tekan dalam permohonan hak uji materiil a quo adalah mengenai pengaturan kewajiban baru bagi pelaku usaha untuk menyelenggarakan/menyediakan layanan program siaran berupa kewajiban untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021.
Kewajiban ini sama sekali tidak diatur dalam Undang-Undang Penyiaran juncto Undang-Undang Cipta Kerja. Kedua peraturan tersebut sama sekali tidak mewajibkan LPS untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing untuk dapat menyelenggarakan layananan program siaran.
Menimbang bahwa oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang penyiaran sebagaimana diubah oleh ketentuan Pasal 72 angka 3 Undang-Undang Cipta Kerja.
Adapun Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 yang telah dibatalkan oleh MA RI dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tersebut, berbunyi sebagai berikut; “LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.”
Konsekuensi logis dari Putusan Nomor 40 P/HUM/2022 tersebut adalah LPP, LPS, dan/atau LPK sudah tidak dapat lagi menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing. Oleh sebab itu, penyelenggara multipleksing juga sudah tidak dapat lagi menyewakan slot multipleksing kepada lembaga penyiaran yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing.
Namun demikian, Pemerintah Republik Indonesia pada 24 Oktober 2022 melalui konferensi pers yang disampaikan oleh Menkopolhukam Republik Indonesia dan Menkominfo Republik Indonesia, memberitahukan bahwa Analog Switch Off (“ASO”) tetap akan dilaksanakan pada 2 November 2022 dan dalam konferensi pers tersebut sama sekali tidak menyinggung adanya Putusan Nomor 40
P/HUM/2022 dan terkesan mengabaikan putusan MA RI tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, satu-satunya cara bagi LPS yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing untuk dapat menyediakan layanan program siaran televisi pasca ASO pada 2 November 2022 adalah dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.
Namun sebagaimana sudah dijabarkan sebelumnya, hal tersebut sudah tidak diperbolehkan karena norma yang mengatur sewa slot multipleksing untuk menyediakan layanan program siaran sebagaimana diatur pada Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 telah dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh MA RI.
Dampak dari Putusan Nomor 40 P/HUM/2022 pun sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh lembaga penyiaran yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing, namun juga oleh penyelenggara multipleksing. Penyelenggara multipleksing terbatas hanya dapat menyediakan layanan program siaran televisinya sendiri di wilayah siaran di mana ia ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing dengan menggunakan slot multipleksingnya sendiri.
"Kami juga berharap dengan telah dikabulkannya permohonan uji materiil yang kami ajukan ini oleh MA RI melalui Putusan Nomor 40 P/HUM/2022, kedepannya penyelenggaraan multipleksing apabila sudah diatur melalui undang-undang dapat memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara penyiaran televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat bersiaran karena bukan merupakan penyelenggara multipleksing dan sudah tidak dapat menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing," paparnya. (ito)
Load more